Selasa 14 Jul 2020 15:02 WIB

Realistiskah Prediksi Puncak Pandemi Covid-19 Versi Jokowi?

Jokowi memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia pada Agustus atau September.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7/2020).
Foto: ANTARA/SIGID KURNIAWAN
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Febrianto Adi Saputro, Kamran Dikrama

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memprediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada Agustus atau September 2020. Namun, prediksi itu, menurutnya, sangat tergantung pada upaya pemerintah dan masyarakat dalam menangani dan mencegah penyebaran corona.

Baca Juga

“Kalau melihat angka-angka memang nanti perkiraan puncaknya ada di Agustus atau September, perkiraan terakhir. Tapi kalau kita tidak melakukan sesuatu, ya bisa angkanya berbeda,” kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7).

Agar prediksi itu bisa menjadi kenyataan, Jokowi menginstruksikan seluruh jajaran menterinya untuk bekerja keras menangani dan mencegah penyebaran Covid-19 secara lebih luas lagi. Sehingga, pandemi tak berlangsung lebih lama.

“Oleh sebab itu, saya minta pada para menteri untuk bekerja keras. Tapi kalau mintanya, dengan agak berbeda, yaitu memotivasi para menteri agar bekerja lebih keras lagi. Bukan marah, memotivasi. Agar lebih keras lagi kerjanya,” jelas Jokowi.

Berdasarkan perkembangan Covid-19 harian yang diumumkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, akumulasi kasus baru Covid-19 di Indonesia masih konsisten di angka 1.000-an kasus. Bahkan, pada Kamis (9/7) lalu angka kasus baru Covid-19 sempat menyentuh rekor hingga 2.657 kasus.

Juru Bicara (Jubir) Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan ketidakdisiplinan dalam memakai masker menyebabkan masih meningkatnya penambahan kasus Covid-19.

"Penambahan kasus di luar klaster (Secapa AD) ini disebabkan karena kurang disiplinnya menggunakan masker," kata Yurianto dalam konferensi video yang diadakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (9/7).

Yurianto menuturkan penularan penyakit Covid-19 terjadi melalui droplet orang yang sakit. Menurut dia, droplet tersebut berukuran kecil yakni mikro yang disebut dengan micro droplet yang memiliki waktu cukup lama untuk bisa hilang dari lingkungan.

Untuk mendisiplinkan masyarakat, pemerintah pun berniat merancang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, seperti warga tidak mengenakan masker di luar rumah. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Senin (13/7).

Muhadjir menyampaikan bahwa presiden menyoroti rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan. Hal ini pula yang diyakini menjadi salah satu penyebab angka penularan Covid-19 di Tanah Air masih tinggi.

"Presiden berikan arahan kemungkinan agar dipertegas, di samping sosialisasi dan edukasi, adanya sanksi untuk pelanggaran atas protokol kesehatan. Intinya sekarang presiden melihat imbauan dan sosialisasi dipandang belum cukup," jelas Muhadjir.

Mengenai bagaimana bentuk sanksi yang akan diterbitkan serta apa saja poin-poin hukuman yang akan diterima pelanggar protokol kesehatan, Muhadjir mengaku bahwa hal ini masih digodok. Menurutnya, kementerian dan lembaga terkait akan duduk bersama untuk menindaklanjuti permintaan presiden terkait penegakan protokol kesehatan ini.

Masih akan terus meningkat

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut jumlah penularan Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Bahkan ia mengungkapkan kondisi saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mencapai puncak gelombang pertama.

"Sekarang naik terus nih kita belum mencapai gelombang pertama. Sekarang lagunya masih naik-naik ke puncak gunung. Gunung ini yang menurut saya harus kita sadari. Sampai akhir tahun pun prediksi saya kalau kita tidak berubah cepat ya belum selesai," kata Pandu dalam diskusi daring, Sabtu (11/7).

Ia juga tak menampik terkait kemungkinan terjadinya gelombang kedua Covid-19. Namun hal tersebut hanya terjadi di klaster-klaster yang potensial seperti pasar tradisional, pesantren, dan sekolah kedinasan.

"Jadi klaster-klaster potensial klaster itu harus sekarang sudah diidentifikasi supaya kita bisa edukasi supaya mereka jangan  menjadi sumber pemularan," ujarnya.

Ia menambahkan, jika tidak diatasi tidak menutup kemungkinan puncak Covid-19 di Indonesia secara nasional akan terjadi dua kali seperti yang terjadi di Jakarta yang kembali mengalami peningkatan karena pergerakan penduduk selama lebaran. Oleh karena itu dirinya mengimbau masyarakat untuk senantiasa patuh mekakukan 3M untuk menekan risiko penularan. 3M yang dimaksud yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

"Karena tangan kita faktor terbesar untuk banyak penyakit menularkan termasuk Covid-19," ujarnya.

Sebelumnya kepada Brisbane Times, Pandu bahkan berani memperkirakan Indonesia akan menjadi pusat Covid-19 ketiga di Asia. Menurutnya, lonjakan kasus akan terus terjadi kecuali pemerintah menerapkan langkah-langkah lebih ketat.

Dilaporkan laman Brisbane Times, Senin (6/7), Pandu memprediksi tingkat infeksi Covid-19 akan terus meningkat hingga September atau Oktober. Angkanya dapat mencapai 4.000 kasus per hari. 

Pandu mengungkapkan sejauh ini skala pengujian Covid-19 di Indonesia masih kecil. "Angka-angka itu sangat rendah, itu adalah kesalahan. Peraturan pemerintah, bagaimana mereka melakukan pengujian, didasarkan pada gejala. Itu adalah kesalahan mereka," kata dia.

Dia berpendapat Pemerintah Indonesia seharusnya menggandakan tes reaksi rantai polimerase (PCR). Hal itu harus dilakukan secara merata di seluruh daerah.

Menurut Pandu, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tak berhasil di Indonesia. Dia mendesak pemerintah untuk secara masif mengampanyekan 3M. Hal itu menjadi upaya untuk tetap menekan penyebaran Covid-19.

Jika kampanye itu dijalankan, Pandu memprediksi tingkat Covid-19 akan memuncak pada Juli dan mulai turun pada Oktober. "Dengan tidak adanya langkah-langkah baru yang ketat, Indonesia akan menjadi pusat (Covid-19) ketiga di Asia setelah Cina dan India," katanya.

photo
WHO tentang kemungkinan virus corona airborne. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement