Senin 13 Jul 2020 12:59 WIB

Kasus Covid-19 Melonjak, Perlukah Anies Injak 'Rem Darurat'?

Lonjakan kasus Covid-19 di Jakarta bisa berdampak pada pemberlakukan kembali PSBB.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Foto: republika/Putra M. Akbar
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Dessy Suciati Saputri, Haura Hafizhah

Jumlah kasus baru Covid-19 di DKI Jakarta pada Ahad (12/7) mencatat rekor baru dengan 404 orang dinyatakan positif Covid-19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun mengingatkan warganya agar mematuhi protokol kesehatan jika tidak ingin Jakarta kembali dibatasi seperti masa PSBB pada Maret lalu.

Baca Juga

"Hari ini hari Minggu 13 Juli 2020, Dinas Kesehatan melaporkan angka kasus baru yang muncul di Jakarta dalam seminggu terakhir ini kita tiga kali mencatat rekor baru penambahan harian. Dan hari ini adalah yang tertinggi sejak kita menangani kasus di Jakarta. Ada 404 kasus baru, tidak boleh dianggap enteng," tegas Anies dalam video pers kepada wartawan, Ahad (12/7).

Anies mengungkapkan skenario terburuk 'emergency brake' atau 'rem darurat' mungkin akan dijalankan, apabila lonjakan angka penularan Covid-19 terus tinggi di Jakarta. Ia berharap situasi seperti sekarang tidak terus berjalan.

"Ingatkan kepada semua jangan sampai situasi ini berjalan terus, sehingga kita harus menarik rem darurat atau emergency brake," jelas Anies, Ahad (12/7).

Bila kondisi di Jakarta masih seperti sekarang, kata Anies, PSBB akan kembali diberlakukan, semua warga harus kembali ke dalam rumah, kegiatan perekonomian terhenti, kegiatan keagamaan terhenti, kegiatan sosial terhenti. Semua warga Jakarta akan kembali ke masa-masa seperti PSBB awal, di mana semua pembatasan kegiatan akan kembali dilakukan.

"Dan, dampaknya pada semua yang akan merasakan kerepotannya bila situasi ini berjalan terus," terangnya.

Karena itu, Anies mengingatkan perlunya kembali kewaspadaan warga Jakarta di tengah pandemi ini, agar tidak lengah dan tetap ketat menjalankan protokol kesehatan. Anies meminta warga yang beraktivitas mewaspadai titik-titik penularan tinggi.

Pertama, jelas dia, adalah tempat transportasi umum, di situ ada situasi di mana menjaga jarak itu seringkali sulit. Kedua, lanjut dia, ada di pasar tradisional, di mana kondisi di pasar sering kali membuat interaksi penularan terjadi pendek.

"Kita pun melakukan pengawasan pemantauan ada lebih dari 300 pasal 153 di bawah Pemprov DKI. Sisanya adalah pasar rakyat harus hati-hati," kata Anies.

Protokol kesehatan yang dasar, tetap menjadi acuan di mana yang paling sederhana ia meminta warga tetap pakai masker di mana saja, kapan saja dan dalam aktivitas apa saja. Kedua jaga jarak aman satu meter. Ketiga cuci tangan dengan sabun. Keempat dalam aktivitas apa pun, pastikan ruangan tempat berkegiatan tidak boleh lebih dari kapasitas 50 persen.

"Dan, yang paling penting dari semuanya jangan ragu untuk mengingatkan siapa pun kapan pun di mana pun. Ingatkan tegur bila ada yang tidak pakai masker, bila ada yang tidak jaga jarak, bila ruangan lebih dari 50 persen kapasitas, apabila tidak melakukan cuci tangan," tegasnya.

Semua kebijakan saat ini akan bergantung pada bagaimana warga Jakarta disiplin, menomorsatukan keselamatan diri. Ia berpesan jangan sampai ada warga yang masih anggap enteng protokol kesehatan ini.

"Mari kita disiplin, mari kita ingatkan satu sama lain. Insya Allah angka ini besok-besok akan bisa menurun dan Jakarta kembali dalam kendali. Mari kita sama-sama ikhtiarkan sebagai tanggung jawab kita semua," imbau Anies.

Anies juga mengungkap, sebagian besar dari penambahan kasus harian akibat karena gencarnya Pemprov DKI melakukan pendrkatan yang disebut sebagai active case finding. Artinya, Pemprov DKI tidak lagi menunggu pasien di fasilitas kesehatan, tapi Puskesmas mengejar kasus positif di masyarakat.

"Saat ini kemampuan tes PCR di Jakarta per minggu itu sudah tiga kali lipat dari standar yang ditetapkan oleh WHO, dan kita akan terus meningkatkan kapasitas testing kita," imbuhnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyinggung lonjakan angka positive rate Covid-19 di DKI Jakarta yang naik dari 4-5 persen menjadi 10,5 persen. Jokowi pun meminta agar kenaikan angka kasus positif Covid-19 ini menjadi evaluasi dan perhatian jajarannya.

“Kondisi seperti di Jakarta laporan terakhir yang saya terima angka positive rate-nya melonjak dari 4 sampai 5 sekarang sudah 10,5 persen. Tolong betul-betul dijadikan perhatian,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas percepatan penanganan dampak pandemi Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7).

 

Jokowi meminta agar seluruh jajarannya juga melakukan evaluasi terhadap kenaikan kasus positif Covid-19 dalam beberapa hari terakhir ini. Kasus positif pada Ahad kemarin pun telah mencapai 1.681 kasus dan pada Kamis lalu sempat menyentuh rekor hingga 2.657 kasus yang disumbang oleh klaster di Secapa AD.

Karena itu, Jokowi menginstruksikan agar pelaksanaan pelacakan, pengujian sampel, dan juga perawatan pasien Covid-19 semakin masif dilakukan khususnya di delapan provinsi. Yakni di Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Papua.

“Tetap ada konsen kita untuk memasifkan 3T testing, tracing, dan treatment dengan prioritas saya minta ini diberikan prioritas khusus untuk yang testing, tracing, dan treatment ini di delapan provinsi, yaitu Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Sulsel, Kalsel, Jateng, Sumut, dan Papua,” ujar Jokowi.

Naiknya angka kasus Covid-19 di DKI Jakarta itu dinilai karena Pemprov DKI Jakarta tidak disiplin untuk melakukan pengawasan di tempat umum serta menegakan protokol kesehatan kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat mengabaikan dampak jika terkena virus Covid-19 yang saat ini masih menyebar.

"Coba lihat di lapangan, banyak tempat umum yang tidak melakukan pemenuhan protokol kesehatan, tidak menyediakan  tempat mencuci tangan, tidak menyediakan fasilitas pembersih tangan dan pengunjungnya bebas tanpa menggunakan masker. Nah, dari hal tersebut siapa yang tidak disiplin? Masyarakat atau Pemprov DKI Jakarta?" kata Analisis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (13/7).

Kemudian, ia melanjutkan tempat umum yang tidak menerapkan sesuai aturan yang berlaku itu disebabkan oleh Pemprov DKI Jakarta yang tidak melakukan pengawasan dan penegakan protokol kesehatan. Pemprov DKI, menurutnya, tidak konsisten melakukan protokol kesehatan seperti tidak ada di lapangan dan tidak konsisten menjalani tugas pengawasan. Sehingga, DKI Jakarta ini berjalan begitu saja tanpa kerja aparat pemerintah daerah Jakarta.

"Tidak bekerjanya aparat Pemprov secara baik menyebabkan Jakarta masih darurat Covid-19 hingga hari ini. Jadi, harusnya Anies sebagai gubernur juga konsisten agar anak buahnya bekerja secara baik untuk melayani serta melindungi masyarakat Jakarta," kata dia.

photo
Infografis Indonesia diprediksi jadi pusat Covid-19 ketiga di Asia - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement