Ahad 12 Jul 2020 14:32 WIB

Memperkuat Desa Melenyapkan Kemiskinan

Di masa pandemi, perhatian lebih besar pada pertanian dan perdesaan kian mendesak.

Memperkuat desa dimulai dari penguatan sektor pertanian, perikanan, dan peternakan. (ilustrasi)
Foto:

Kebijakan untuk membangun desa sudah lama dilakukan dan mencapai momentumnya dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa dan visi Presiden dalam Nawacita tentang tekad membangun dari pinggiran dan desa. Komitmen ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran untuk pembangunan desa atau dana desa yang terus meningkat, mulai dari Rp 20,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 73 triliun pada 2019. Anggaran ini terutama untuk membangun infrastruktur dan fasilitas desa.

Saat ini, setiap desa memperoleh anggaran sekitar Rp 1 miliar. Namun, dana desa yang cukup besar belum efektif untuk penguatan ekonomi lokal sehingga urbanisasi terus berlangsung dan kemiskinan masih tinggi.

Karena itu, dengan telah terbangunnya infrastruktur fisik di pedesaan, ke depan anggaran desa diutamakan untuk penguatan ekonomi perdesaan yang saat ini menggunakan dana desa hanya sekitar 6,5 persen. Penguatan ekonomi desa yang memiliki wilayah sangat luas dengan potensi pengembangan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan akan mendukung ketahanan pangan serta stabilitas harga dan pengurangan impor.

Kementerian dan lembaga, mulai dari Kementerian Desa, Kementerian Sosial, Kementan, dan KKP termasuk Bank Indonesia, memiliki program pemberdayaan desa, pengembangan UMKM, ketahanan pangan dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan di perdesaan.

BI berpengalaman panjang mengembangkan pertanian dan UMKM di perdesaan, termasuk yang berbasis syariah di seluruh provinsi. Di antaranya, pengembangan klaster komoditas ketahanan pangan dan komoditas ekspor, seperti padi, cabai, bawang, sapi, dan kopi.

Pengembangan ekonomi syariah dilakukan dengan penguatan rantai nilai halal, melalui program kemandirian pesantren yang sebagian bergerak di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Selain itu, ada desa 'Berdikari' (berdaya, religius, kreatif, dan inspiratif).

Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan desa agar maju dan religius. Pertama, adanya pendamping atau penyuluh. Masyarakat desa yang menjadi pelaku pemberdayaan pada umumnya sederhana dan penurut, tapi bukan pembelajar yang baik.

Pendamping berperan sebagai guru, teman, motivator, juga menjadi katalisator antara masyarakat dan instansi teknis. Kedua, metode pembelajaran yang sesuai dengan masyarakat perdesaan adalah pemberian contoh melalui program demplot.

Setelah kelompok tani terbentuk, dapat dilakukan pelatihan dan pembekalan mental spiritual dengan narasumber yang sudah berhasil. Setelah demplot, program diperluas di lahan pertanian lainnya sehingga produktivitas lahan meningkat.

Ketiga, aspek kepemimpinan, baik formal pemerintahan maupun tokoh informal, seperti tokoh agama/ulama. Dalam kaitan ini, perangkat pemerintah desa dan kecamatan melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat.

Keempat, terkait sumber daya di desa yang dapat dikelola lebih produktif, baik lahan, dana, maupun SDM. Terakhir, penekanan aspek religi guna memperkuat spiritual masyarakat perdesaan bahwa semua yang dilakukan selain meningkatkan kesejahteraan, juga sebagai ibadah.

Menyambut era baru dan penguatan sektor pertanian, diarahkan agar petani di perdesaan melek digital dan memanfaatkan teknologi. Ini untuk meningkatkan produktivitas dan mutu, traceability proses value chain, pemasaran, termasuk transaksi pembayaran.

*) Direktur Eksekutif di Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement