REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menyarankan agar masyarakat tidak menyikapi polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan unjuk rasa. Penolakan atas RUU HIP diminta untuk dilakukan dengan cara yang tetap menjaga agar kondusif kondusif.
Menurutnya, respon terhadap suatu isu tak selamanya mesti dengan unjuk rasa. Dalam beberapa hal, kata dia, unjuk pikir jauh lebih diperlukan untuk menjaga kondusifitas sosial terutama di masa pandemic ini.
“Respon terhadap RUU HIP hendaknya elegan, konstruktif dan solutif, bukan malah kontraproduktif. Pola unjuk rasa perlu disubstitusi dengan unjuk pikir untuk mengatasi masalah distorsi internalisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila,” kata Suparji saat menjadi salah satu narasumber dalam diskusi virtual Human Studies Institute (HSI), Sabtu (11/07).
Sebagai akademisi bidang hukum, Suparji mengaku tetap mengapresiasi semua elemen masyarakat yang sudah menyampaikan aspirasi terkait polemik RUU HIP. Menurutnya, jika sampai disahkan, RUU ini sangat berpotensi meunculkan gejolak di masyarakat. “Baru RUU saja sudah menjadi polemik apalagi disahkan,” kata Suparji mengingatkan.
Sementara Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang- undangan PBNU, KH Robikin Emhas juga meminta DPR untuk legowo menerima penolakan masyarakat. Menurutnya, DPR sebaiknya legowo dan tak perlu merasa kehilangan muka karena membatalkan RUU HIP. "Ini kan masyarakat yang mau, justru masyarakat akan memuji DPR jika siap berjiwa besar,"tegas ulama yang sekarang aktif sebagai Staf Khusus Wapres tersebut,” ungkapnya.