REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol Teuku Sahir Syahali menyebutkan perluasan daratan atau reklamasi yang dilakukan melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 agar Ancol tetap bertahan di dunia rekreasi internasional.
"Kalau pengembangan Ancol ini kecil, tidak sekalian besar dan ekspansi yang bagus, ketika ada kompetitor besar dan mempunyai modal besar,Ancol bisa selesai. Kemudian kan yang diamanahkan ke kita adalah inovasi," kata Sahir di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya usai rapat bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta, Rabu (9/7), Sahir juga menerangkan, pengembangan Ancol dengan tempat rekreasi milik dalam negeri itu dapat menahan devisa untuk tidak keluar negeri.
Jika tempat rekreasi milik dalam negeri menyediakan destinasi wisata berkelas internasional maka sedikit wisatawan domestik yang akan memilih untuk ke luar negeri.
"Artinya kita bisa menahan devisa keluar," kata dia.
Namun anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak saat ditemui di Ruang Rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta pada Selasa (7/7) menilai izin perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) dan Taman Impian Ancol Timur melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta 237/2020 tidak berdasar pada pertimbangan zonasi yang tertuang baik di dalam peraturan daerah maupun Perpres Nomor 60/2020.
"Kepgub DKI Jakarta 237/2020 itu keluar belum ada payung hukumnya, harusnya ada dulu payung hukumnya, baru kemudian dia terjemahkan," kata Gilbert.
Gilbert beralasan di dalam perda dan Perpres Nomor 60/2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur telah diatur sejumlah wilayah yang masuk ke dalam zona lindung, limbah serta hunian.
"Sementara itu mengenai zonasi tidak ada satu pun perda mengenai zonasi dipakai. Memang Perda Zonasi sebelumnya yang ada hanya Dufan, tidak disebutkan mengenai Ancol," ujarnya.