REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan jajarannya mengenai kondisi dunia saat ini yang tengah mengalami krisis, terutama di bidang kesehatan dan ekonomi. Karena itu, presiden meminta seluruh jajarannya agar memiliki sense of crisis yang sama dan bekerja lebih keras lagi.
"Pada kondisi krisis, kita harusnya kerja lebih keras lagi. Jangan kerja biasa-biasa saja," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Istana Negara pada Selasa (7/) kemarin, dikutip dari siaran resmi Istana, Rabu (8/8).
"Kerja lebih keras dan kerja lebih cepat. Itu yang saya inginkan pada kondisi sekarang ini. Membuat Permen (Peraturan Menteri) yang biasanya mungkin dua minggu, ya, sehari selesai, membuat PP (Peraturan Pemerintah) yang biasanya sebulan, ya, dua hari selesai, itu loh yang saya inginkan," tegas dia.
Jokowi juga mendorong jajarannya agar tidak hanya bekerja dengan menggunakan cara-cara yang biasa. Ia meminta agar jajarannya membuat terobosan dalam melaksanakan prosedur, misalnya dengan menerapkan smart shortcut.
"Kita harus ganti channel dari ordinary pindah channel ke extraordinary. Dari cara-cara yang sebelumnya rumit, ganti channel ke cara-cara cepat dan cara-cara yang sederhana. Dari cara yang SOP normal, kita harus ganti channel ke SOP yang smart shortcut," jelasnya.
Di bidang ekonomi, Jokowi menyampaikan prediksi ekonomi dunia juga kurang menggembirakan. Menurut informasi dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), kontraksi ekonomi global diprediksi mencapai minus 6 hingga 7,6 persen.
"Kalau kita ini tidak ngeri dan menganggap ini biasa-biasa saja, waduh, bahaya banget. Belanja juga biasa-biasa saja, spending kita biasa-biasa saja, enggak ada percepatan," tambahnya.
Kontraksi ekonomi tersebut sudah dialami oleh Indonesia di kuartal pertama, di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 2,97 persen, turun dari yang biasanya 5 persen. Meskipun angka di kuartal kedua belum keluar, Jokowi meminta jajarannya agar berhati-hati mengingat terdapat penurunan permintaan, penawaran, dan produksi.
"Dari demand, supply, production, semuanya, terganggu dan rusak. Ini kita juga harus paham dan sadar mengenai ini. Karena apa? Ya mobilitasnya kita batasi. Mobilitas dibatasi, pariwisata anjlok. Mobilitas dibatasi, hotel dan restoran langsung anjlok, terganggu. Mal ditutup, lifestyle anjlok, terganggu," jelasnya.