REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras kasus pemerkosaan terhadap anak korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur berinisial DA.
"KPAI mengecam perbuatan ini. Karena rumah aman itu harusnya tempat yang aman dan nyaman," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui sambungan telepon dengan Antara di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan sebagai sebuah lembaga perlindungan anak dan perempuan, P2TP2A seharusnya memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan yang mengalami kekerasan.
"Dia di situ kan dititipkan karena dia korban pemerkosaan. Lalu dia dititipkan di sana adalah untuk mendapatkan pemulihan, rehabilitasi, baik secara psikologis maupun mungkin saja secara fisik, ada sesuatu akibat perkosaan. Kemudian secara fisik mungkin dia juga luka. Itu kan ada pemulihan dari sisi kesehatan," katanya.
Tapi sebaliknya, korban anak tersebut malah mendapat aksi kekerasan berikutnya dari orang yang seharusnya memberikan perlindungan di rumah aman P2TP2A tersebut. "Yang terjadi orang yang harusnya melindungi, rumah aman yang harusnya aman. Kemudian pejabat yang harusnya peduli pada perlindungan anak dan melindungi anak, itu justru menjadi pelaku. Tentu saja kami mengecam," ujar Retno.
Selain mengecam, KPAI juga mendorong agar pelaku dihukum sesuai peraturan perundangan. KPAI juga minta pelaku diberikan pemberatan hukuman karena ia adalah orang yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak.
"Kalau dalam undang-undang perlindungan anak kan pelaku yang merupakan orang terdekat korban itu orang yang mendapat tambahan sepertiga hukuman, pemberatan namanya. Bagi kami yang bersangkutan layak untuk diperberat sepertiga hukuman, sebagaimana ketentuan di dalam undang-undang perlindungan anak. Pemberatan itu diatur," ujar dia lebih rinci.
Retno juga mengatakan jika terduga adalah seorang ASN, maka pelaku seharusnya dikenakan hukuman sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS. "Berarti seharusnya (kalau dia PNS), dia dinonaktifkan dulu. Kemudian dia mengikuti proses hukumnya. Nanti kalau hukum sudah inkrah, keputusannya, dia dihukum di atas empat tahun, maka yang bersangkutan dipecat dari PNS menurut ketentuan PP 53. Jadi bisa dipecat kalau hukuman pidananya lebih dari 4 tahun," katanya.
"Itu yang kami dorong. Jadi kami mengecam, kedua kami mendorong proses hukum ini. Ketiga dihukum setimpal sesuai proses perundangan, ada pemberatan hukuman," kata Retno lebih lanjut.