Jumat 03 Jul 2020 19:01 WIB

Sengkarut PPDB DKI Jakarta yang Belum Usai

PPDB syarat usia dan jalur zonasi di DKI diwacanakan digugat class action.

Ratusan orang tua peserta didik melakukan aksi damai menuntut dibatalkannya sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan DKI Jakarta, di depan Istana Merdeka, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/7).
Foto: Republika/ALI MANSUR
Ratusan orang tua peserta didik melakukan aksi damai menuntut dibatalkannya sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Dinas Pendidikan DKI Jakarta, di depan Istana Merdeka, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Inas Widyanuratikah, Antara

Sembari menahan kekecewaan, Suyatmi (43) mencoba tegar memperjuangkan hak anak pertamanya untuk bisa mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Sebagai aksi protes, Suyatmi mengenakan seragam Sekolah Menengah Pertama (SMP). Anaknya terancam tidak bisa melanjutkan ke jenjang menengah atas di sekolah negeri karena faktor usia. Sementara dia tidak memiliki cukup uang untuk menyekolahkan ke sekolah swasta.

Baca Juga

"Harusnya bisa masuk sekolah terdekat di SMA 62, SMA 67, SMK 2, SMA 9, SMA 48 semuanya sudah saya datangi, tidak ada yang bisa karena umur. Anak saya tidak bisa masuk kriteria karena masih berusia 14 tahun 5 bulan 16 hari," ujar Suyatmi saat ditemui di sela-sela aksi menolak PPDB di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (3/7).

Suyatmi menambahkan, jalur yang disediakan bagi pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan afirmasi juga kriterianya usianya. Sementara untuk jalur prestasi, ia mengaku anaknya hanya memiliki prestasi kelas, meski nilainya diklaim cukup tinggi 81. Namun jika alasannya adalah karena nilai bukan faktor usia, dia akan menerimanya dengan legawa.

"Yang saya tidak terima karena umur, itu tidak adil. Anak saya paling muda tapi kalau memiliki prestasi, apa tidak punya hak untuk sekolah di negeri?" keluh warga Kramatjati, Jakarta Timur, tersebut.

Akibatnya, Suyatmi mengaku, hingga saat ini anaknya berhenti bersekolah. Karena ia tidak memiliki cukup uang untuk memasukkan anaknya ke sekolah swasta. Ia berharap pemerintah pusat, bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperhatikan kekacauan dan ketidakadilan PPDB DKI Jakarta pada 2020 ini.

Siang tadi, ratusan wali murid yang tergabung dalam Forum Relawan PPDB DKI 2020 melakukan aksi damai menuntut dibatalkannya PPDB DKI Jakarta, di depan Istana Merdeka. Mereka menilai PPDB DKI Jakarta 2020 cacat hukum dan diskriminatif.

Sebelumnya, para wali murid itu melakukan aksi unjuk rasa di kantor Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jalan Medan Merdeka Selatan Jakarta Pusat pada Selasa pagi (30/6) pukul 10.00 WIB hingga hingga pukul 13.00.WIB.

Namun, tak satu pun perwakilan dari Pemprov DKI yang menemui ibu-ibu wali murid itu dan bahkan perwakilannya pun dilarang untuk bertemu Gubernur. Menurut Rudi S, koordinator lapangan, sudah keempat kalinya mereka melakukan aksi protes ditujukan ke Gubernur DKI, Wakil Gubernur, DPRD DKI hingga Komisi X DPR RI, namun apa yang menjadi aspirasi mereka tidak membuahkan hasil.

"Batalkan pelaksanaan PPDB DKI Jakarta 2020, karena cacat hukum. Jadi harus ulang dengan menggunakan parameter zonasi berdasarkan jarak dalam seleksi PPDB," tegas Rudi.

Menurut Rudi, pihaknya juga ingin memastikan berlakunya sistem PPDB yang memberikan keadilan untuk semua anak Indonesia khususnya yang berada di Provinsi DKI Jakarta. Para wali murid berkeberatan dengan pemberlakuan seleksi peserta didik baru berdasarkan usia di semua jalur seleksi. Terutama pada seleksi jalur zonasi yang tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 501 Tahun 2020.

"Kami menuntut pemerintah pusat dan daerah memberikan perhatian khusus dan solusi terbaik untuk anak didik yang tidak lulus seleksi PPDB DKI Jakarta tahun 2020," pinta Rudi.

Peserta aksi berharap Presiden Jokowi berkenan memberikan solusi terbaik untuk masa depan generasi muda Indonesia, khususnya DKI Jakarta. "Besar harapan kami kiranya Bapak Presiden Jokowi untuk mengabulkan tuntutan kami demi terciptanya keadilan dan setara. Kami akan terus berjuang, meski tidak ada tanggapan dari pihak Istana, mungkin lewat jalur hukum," tutur Rudi.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) menemukan sedikitnya tiga pelanggaran berpotensi pidana yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam pelaksanaan PPDB DKI 2020 jalur zonasi. Komnas Anak turut mendukung wacana pembatalan PPDB zonasi.

"Jadi yang kita minta batalkan PPDB zonasi, untuk jalur lainnya tidak ada masalah," kata Sekretaris Jenderal Komnas Anak, Danang Sasongko, Jumat (2/7).

Danang menyebutkan Pemrov DKI melanggar undang-undang dalam pelaksanaan PPDB 2020. "Kita sudah siapkan untuk class action. Ada tiga yang dilanggar terkait kuota zonasi, dari 50 ke 40," katanya.

Menurut dia, mengurangi kuota zonasi untuk jalur afirmasi tidak tepat, karena anak-anak dari keluarga tidak mampu juga belum bisa masuk sekolah negeri. "Kalau mau menambah afirmasi bukan dari zonasi tapi dari penambahan ekstra yang harus ada," kata Danang.

Selanjutnya, Komnas Anak menemukan PPDB DKI 2020 melanggar Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yentang PPDB. Pelanggaran yang ketiga adalah peraturan yang dibuat oleh Disdik DKI Jakarta terkait petunjuk teknis (juknis) yang dilanggar oleh pemerintah sendiri dalam hal pelaksanaannya.

"Bagaimana juknis yang dibuat oleh Disdik dilanggar, jadi bukan juknis yang salah, tapi pelaksanaan di lapangan yang salah," kata Danang.

Selain jalur zonasi yang bermasalah, empat jalur lainnya, yakni afirmasi, inklusi dan prestasi akademis maupun non-akademis dianggap tidak ada persoalan. Artinya, tidak perlu dibatalkan.

Namun untuk jalur prestasi yang menerapkan akreditasi juga dianggap tidak memenuhi rasa keadilan bagi para calon siswa. "Kalau prestasi sebenarnya tidak adil kalau diukur dengan akreditasi, juara kelas nilainya paling bagus belum tentu masuk sekolah negeri karena akreditasi sekolahnya kurang bagus," kata Danang.

Menurut dia, akreditasi dipengaruhi oleh kelengkapan sarana prasarana sekolah. Komnas Anak telah berkirim surat kepada Kementerian Sekretaris Negara untuk meminta audiensi dengan Presiden guna meminta tanggapannya menyelesaikan kekisruhan PPDB 2020 di DKI Jakarta.

"Solusi lain yang bisa kami sampaikan PPDB DKI diulang khusus zonasi, kalau yang lainnya tidak masalah," ujar Danang.

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim tidak setuju wacana membatalkan petunjuk teknis (juknis) PPDB DKI Jakarta. Petunjuk teknis yang dimaksud tertuang pada SK Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501/2020 yang salah satu poinnya menyebut indikator usia dalam PPDB zonasi.

"Jika dibatalkan, maka nasib 31.011 orang calon siswa yang sudah diterima jalur zonasi per Sabtu (27/6) di SMP negeri dan 12.684 orang calon siswa yang sudah diterima SMA negeri lewat jalur zonasi mau diapakan?" kata dia, dalam keterangannya, Rabu (1/7).

Apabila SK yang sudah menjadi dasar PPDB DKI Jakarta ini dibatalkan, maka tentu seluruh proses yang sudah berlalu dalam PPDB 2020 akan dinyatakan tidak sah. Proses PPDB akan kembali ke tahapan awal lagi.

"Ditambah para siswa yang sudah diterima via jalur afirmasi dan jalur prestasi nonakademik yang sudah lebih dulu dibuka untuk Jakarta, tak mungkin diulang kembali," kata Satriwan menambahkan.

Tentunya, lanjut dia, pembatalan tersebut akan makin menunjukkan diskriminasi dan persoalan yang muncul akan lebih rumit. Menurutnya, para orang tua siswa yang sudah diterima pasti tidak akan tinggal diam begitu saja.

"Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru. Tentu tidak bijak, berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih," kata dia menegaskan.

photo
Infografis Survei Orang Tua Khawatir Jika Sekolah Dibuka Kembali - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement