Jumat 03 Jul 2020 00:15 WIB

Amnesty Pertanyakan Penegakan Hukum Kematian Petani Papua 

Aparat penegak hukum, tak boleh membiarkan kasus yang melibatkan personel kepolisian.

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Agus Yulianto
Satgas Pamtas Yonif Raider 330 Tridharma memberikan bantuan 1 unit traktor kepada masyarakat Asiki Boven Digoel untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah setempat. (Ilustrasi)
Foto: kostrad
Satgas Pamtas Yonif Raider 330 Tridharma memberikan bantuan 1 unit traktor kepada masyarakat Asiki Boven Digoel untuk meningkatkan produksi pertanian di daerah setempat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty Internasional Indonesia mempertanyakan penegakan hukum dalam kasus penganiyaan hingga tewas, warga Papua yang dilakukan oleh aparat Kepolisian di Boven Digoel, Papua, Mei lalu. Deputi Direktur Amnesty Indonesia Ary Hermawan menegaskan, aparat penegak hukum, tak boleh membiarkan kasus yang melibatkan personel kepolisian tersebut, mangkrak karena alasan sudah meminta maaf.

“Sudah dua bulan setelah kejadian itu, sampai sekarang belum ada penyelesaian maupun keterbukaan terkait proses penyelidikan kasus tersebut,” kata Ary dalam rilis resmi Amnesty Indonesia yang diterima Republika di Jakarta, Kamis (2/7). Ary menegaskan, sebagai negara yang berlandaskan atas hukum, tak adil jika setiap kasus kematian warga sipil di tangan aparat, dibiarkan tanpa penyelesaian.

Pada 16 Mei 2020, warga asli Papua, Marius Betera dinyatakan meninggal setelah dirawat di sebuah klinik di Boven Digoel, Papua. Penelusuran yang dilakukan Amnesty Indonesia diketahui, Marius wafat setelah dianiaya oleh aparat kepolisian dan centeng perkebunan sawit. Dikatakan, penganiayaan terjadi lantaran soal  lahan. 

Lahan berkebun yang selama ini dijadikan tempat menanam pisang, sayuran, dan buah oleh Marius bersama warga asli setempat, diserobot oleh pengembang sawit, PT Tunas Sawa Erma (TSE). Marius mempertanyakan penyereboton tersebut ke pos pengamanan PT TSE. Namun, kedatangan Marius ke pos pengamanan perkebunan tak mendapatkan jawaban terang. 

Marius memilih untuk mengadukan penyerobotan oleh PT TSE itu ke kantor Kepolisian setempat. Akan tetapi, dikatakan Amnesty, saat Marius berjalan menuju kantor polisi, sekelompok centeng yang diketahui belakangan juga anggota kepolisian melakukan pemukulan dan pengroyokan. “Ia (Marius) diserang, dan dianiaya di beberapa bagian tubuhnya oleh seorang anggota kepolisian yang bertugas di area perkebunan kelapa sawit TSE,” begitu menurut Amnesty.

Marius tak melawan dengan aksi pemukulan itu. Ia dibawa ke klinik pengobatan. Marius sempat mendapat penanganan karena merasakan sakit di bagian dada. Petugas klinik, dikatakan memberikan penanganan bantuan pernafasan dengan selang dan tabung oksigen. Akan tetapi bantuan petugas klinik, tak berhasil menyelamatkan Marius. Tak lama setelah dirawat, nyawa Marius tak selamat.

Menurut Amnesty, kejadian penganiayaan Marius itu diakui oleh Kapolres Boven Digoel, Kombes Pol Syamsurijal. Kepolisian, pun dikatakan Amnesty sudah melakukan penahanan terhadap anggota kepolisian yang terlibat dalam penganiayaan tersebut. Kapolres, menurut Amnesty, juga berjanji untuk mengusut kasus kematian Marius, dan akan menghukum berat personelnya yang terbukti melakukan penganiyaan tersebut.

Akan tetapi, Ary Hermawan melanjutkan, sampai hari ini, terhadap pelaku penyerangan, tak juga diajukan ke persidangan. “Aparat berwenang harus segera menindak tegas dan mengadili seadil-adilnya para pihak yang bertanggung jawab atas penghilangan nyawa ini. Permintaan maaf kepada publik sama sekali tidak cukup. Proses pengadilan harus dijalankan,” tegas Ary. 

Amnesty menilai, akan menjadi kebiasaan bagi Polri, yang membiarkan para anggotanya melakukan penghilangan nyawa warga sipil, namun tak berujung kepada sanksi hukum yang adil dan terbuka. Penghilangan nyawa warga sipil oleh aparat, tanpa pertanggung jawaban pidana yang terang, tak lain adalah kesewenang-wenangan yang melanggar hak-hak asasi manusia (HAM). “Praktik seperti ini harus dihapuskan. Ini akan menjadi preseden buruk bagi negara, dan lembaga kepolisian,” kata Ary menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement