REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdapat dua tersangka baru yang berasal dari militer dalam kasus penusukan terhadap Serda Saputra, anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) Tambora dari Komando Distrik Militer (Kodim) 0503 Jakarta Barat. Kedua tersangka tersebut berasal dari institusi TNI Angkatan Darat (AD).
"Tersangka lain, ada dua oknum TNI AD, Sertu H dan Koptu S. Ini sudah kita periksa barang bukti, kita kumpulkan keterangan para saksi dan petunjuk dan sudah dikaitkan. Sehingga penyidik yakin kedua ini juga sebagai tersangka," ungkap Danpuspom TNI, Mayjen TNI Eddy Rate Muis, pada konferensi pers di Mako Puspomal, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (2/7).
Eddy menjelaskan, peran kedua anggota TNI AD itu diduga memberikan atau meminjamkan senjata api kepada tersangka Letda RW. Letda RW diduga sempat melakukan penembakan dengan menggunakan senjata api sebelum penusukan terjadi.
Letda RW didiga melakukan penembakan ke arah gagang pintu masuk hotel dan ke arah atas. "Kemudian tersangka sipil ada enam orang dan menjadi kewenangan pihak Polri. Saat ini sedang disidik oleh Polres Metro Jakarta Barat," jelas Eddy.
Menurut dia, semua pihak yang terkait tindak pidana sudah dijerat dan yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Selanjutnya, kata dia, proses persidangan akan dilakukan setelah penyidik selesai melakukan pemberkasan memberikannya kepada oditur, penuntut umum dalam pengadilan militer.
"Penyidikan hampir sudah selesai tinggal diberkas mungkin 1-2 berkas kemudian selesai dan kita kirimkan ke oditur ke proses persidangan," jelasnya.
Eddy menerangkan, penyidik menjerat tersangka Letda RW dengan pasal berlapis, yakni pasal pembunuhan dan pasal pengerusakan di tempat umum berdasarkan KUHP. Kemudian, tersangka juga dijerat dengan pasal penyalahgunaan senjata api yang diatur di dalam UU Darurat Nomor 1 tahun 1959.
"Ini yang paling berat. Ini ancaman hukumannya bisa 20 tahun. Mungkin saya kira hukumannya setimpal nanti. Tapi, kita ikuti proses persidangan nanti," ujar dia.