Rabu 01 Jul 2020 01:45 WIB

Peneliti: Kemarahan Jokowi Buktikan Kegelisahan Publik

Kegelisahan publik, yakni ada masalah pada kinerja kementerian, terutama soal Covid.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato di Sidang Paripurna Kabinet.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Presiden Jokowi saat menyampaikan pidato di Sidang Paripurna Kabinet.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemarahan dan kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kinerja para menterinya merupakan sesuatu yang wajar. Kemarahan presiden membuktikan kegelisahan publik selama ini bahwa ada masalah serius terkait kinerja kementerian di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, terutama dalam konteks penanganan Covid-19.

"Seperti yang kita ketahui, selama ini publik kerap mengkritisi beberapa kebijakan pemerintah dalam penangan Covid-19 seperti tumpang tindihnya kebijakan antarkementrian," ujar Direktur Riset Median Ade Irfan Abdurahman, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/6).

Baca Juga

Kendati demikian, Ade Irfan mengatakan, kemarahan Jokowi juga menjadi sinyal berbahaya bagi para pembantunya atau menterinya. "Ini juga bisa menjadi "alarm" bagi para menteri agar bisa bekerja "kompak" dan fokus pada penanganan Covid-19," kata dia.

Ade menambahkan, kekecewaan Jokowi juga menjadi alarm agar para pembantunya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik praktis. Salah satunya untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) atau investasi politik untuk 2024 karena jabatan menteri kerap menjadi panggung untuk show up untuk kontestasi politik selanjutnya.

Kemarahan dan kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kinerja para menteri tengah menjadi perbincangan hangat. Itu setelah video dalam rapat kabinet itu diunggah di Youtube oleh Sekretariat Presiden, pada hari ini, Ahad (28/6) lalu. 

Dalam video yang diunggah Sekretariat Presiden, Jokowi menumpahkan kegeramannya atas kelambanan kinerja para menteri dalam penanganan krisis pandemi Covid-19. Bahkan, Jokowi mengatakan bisa saja dirinya melakuan reshuffle, termasuk membubarkan lembaga. 

Namun, dia tidak menjelaskan lembaga seperti apa yang berpotensi untuk dibubarkan. “Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya, entah buat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan," tegas Jokowi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement