REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Karantina Pertanian Surabaya, Musyaffak Fauzi mengungkapkan adanya tambahan negara yang menjadi pasar ekspor baru bahan tambahan atau aditif pakan asal Jawa Timur. Negara yang dimaksud adalah Finlandia dan Yunani. Musyaffak mengungkapkan, bahan aditif pakan berupa Premix L-lysine Sulfate asal Jatim ini sebelumnya telah memiliki enam pasar di Peru, Bangladesh, Amerika Serikat, Latvia, India dan Taiwan.
Adapun, total frekuensi pengiriman sebanyak 57 kali dengan total 4,49 ribu ton selama periode Januari hingga Juni 2020. "Kami memberikan apresiasi kepada PT. CJ di Pasuruan yang telah berhasil menembus pasar ekspor baru, semoga ini menjadi angin segar dan memotivasi eksportir lainnya," kata Musyaffak, Kamis (25/6).
Terbaru, kata Musyaffak, pihaknya melakukan sertifikasi Premix L-lysine sebanyak 160,7 ribu ton untuk diekspor menuju Finlandia dan Yunani. Menurut Mussafak, Premix L-lysine ini digunakan di negara tujuan untuk menyeimbangkan asam amino tubuh ternak.
Bahan tersebut juga biasanya digunakan untuk meningkatkan tingkat marbling (susunan lemak halus) daging serta membantu penyerapan kalsium pada ternak. Dalam teknologi pakan ternak, L-lysine sulfate dalam bentuk premix merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai campuran pakan.
Komoditas ekspor ini, kata Musyaffak, diberangkatkan dalam 8 container 20 feet dengan nilai ekonomis Rp. 1,66 miliar melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Adapun rangkaian tindakan karantina yang dilakukan meliputi pemeriksaan dokumen dan fisik.
Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan komoditas tersebut memenuhi keamanan pakan dan kesesuaian jenis. "Setelah dipastikan sehat dan aman, sertifikat karantina berupa KH-13 dapat diterbitkan," ujar Mussyafak.
Secara terpisah, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ali Jamil menyebutkan, ekspor yang dilakukan sejalan dengan Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) yang digagas oMenteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Diapun menegaskan, penambahan negara tujuan ekspor baru wajib didorong.
Ali Jamil mengatakan, selaku otoritas yang berperan sebagai fasilitator pertanian di perdagangan internasional, pohaknya terus melakukan harmonisasi peraturan teknis, sanitari dan fitosanitari atau SPS. Tujuannya agar lebih banyak lagi negara yang dapat menerima produk ekspor tanah air.
"Saat ini kebijakan tarif tidak lagi populer dalam aturan perdagangan global. Maka aturan SPS menjadi strategis dan kami siap mengawalnya," kata Jamil.