REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris mengatakan akan mempelajari aduan terkait dengan dugaan bergaya hidup mewah yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) kembali mengadukan Firli terkait dengan penggunaan helikopter mewah saat perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sumatra Selatan, Sabtu (20/6)
"Laporan pengaduan masyarakat terkait penggunaan helikopter oleh Ketua KPK Pak Firli Bahuri sudah diterima Dewan Pengawas KPK," ujar Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi, Rabu (24/6).
Haris menerangkan, sesuai tugas Dewas seperti diamanatkan Pasal 37B ayat (1) huruf d UU KPK yang baru, Dewas KPK akan menindaklanjuti aduan tersebut. "Semua laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan dan pegawai KPK akan ditindaklanjuti oleh Dewas," tegas Haris.
Haris menambahkan, Dewan Pengawas terlebih dahulu bakal mempelajari dan mengumpulkan bukti serta fakta terkait aduan tersebut. Senada dengan Haris, anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho mengatakan bahwasanya laporan MAKI tengah dalam proses. "Sudah, juga dalam proses," kata Albertina.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan aduan kali ini adalah yang kedua kalinya. Dalam aduan pertama, diduga Firli melanggar protokol Covid-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel. Boyamin pun menjelaskan inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut.
"Pertama, bahwa pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, antara lain ziarah kubur makam orang tuanya," katanya.
Kedua, perjalanan dari Palembang menuju Baturaja tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Atas kegiatan tersebut, kata Boyamin, diduga Firli telah melanggar kode etik.
"Pertama, Firli patut diduga menggunakan helikopter adalah bergaya hidup mewah karena mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh 4 jam perjalanan darat dengan mobil," tuturnya.
Hal tersebut, kata dia, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
"Kedua, bahwa helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousine) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin (motivator dan pakar marketing) yang disebut sebagai Helimousine President Air," ungkap Boyamin.
Ketiga, Firli juga terlihat tidak memakai masker ketika sudah duduk di dalam helikopter karena dapat membahayakan penularan kepada atau dari penumpang lain, termasuk kru dalam helikopter tersebut. "Hal ini bertentangan dengan statement Firli yang hanya mencopot masker sejenak ketika ketemu anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini bisa diartikan Firli tidak memakai masker mulai ketemu anak-anak hingga naik helikopter," ujar Boyamin.