Rabu 24 Jun 2020 20:13 WIB

Hakim Tolak Keberatan Para Terdakwa Jiwasraya

Hakim Tolak keberatan yang para terdakwa kasus Jiwasraya

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bayu Hermawan
Sidang kasus jiwasraya.
Foto: Republika/Prayogi
Sidang kasus jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, menolak keberatan para terdakwa dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya. Majelis Hakim mengatakan keberatan enam terdakwa sudah masuk pada pokok perkara.

Ketua Majelis Hakim Rosmina, memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan pembuktian pada persidangan lanjutan. "Karena keberatan terdakwa seluruhnya tidak dapat diterima, maka pemeriksaan a quo tetap dilanjutkan," kata Hakim Rosmina, saat membacakan putusan sela, perkara korupsi dan TPPU Jiwasraya di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (24/6). 

Baca Juga

Putusan sela dari majelis hakim, merupakan persidangan ke-4 untuk enam terdakwa. Yakni terdawka Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, serta Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, juga Syahmirwan. Putusan sela menjadi kepastian hakim untuk melanjutkan perkara dugaan korupsi dan TPPU Jiwasraya, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 16,8 triliun sepanjang 2008-2018. 

Putusan tersebut, setelah dua majelis hakim terpisah bergantian mendengarkan keberatan para terdakwa atas dakwaan yang ditimpakan, pada Rabu (3/6). Dari enam terdakwa, Benny Tjokro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto, paling keras menolak dakwaan. 

Dalam keberatan masing-masing yang dibacakan pekan lalu, para terdakwa mengaku merasa tak melakukan korupsi apalagi TPPU . Pun, mengaku tak merugikan keuangan negara dalam aksi jual beli saham yang dilakukan Jiwasraya. Bahkan, tiga terdakwa yang berlatar belakang pebisnis saham dan reksadana itu menganggap, kerugian negara dalam kasus Jiwasraya, merupakan kegagalan, dan bagian dari risiko bisnis. Para terdakwa pun menolak dakwaan JPU yang menebalkan penggunaan UU Tipokor serta UU TPPU.

Pengacara tiga terdakwa tersebut, yakni Susilo Ari Wibowo, dan Muchtar Arifin dalam keberatannya, Rabu (17/6) menyatakan semestinya JPU menggunakan UU Pasar Modal. Para pengacara, pun menilai JPU tak akurat dalam membeberkan peristiwa dugaan pidana korupsi dan TPPU yang dilakukan para terdakwa.  Akan tetapi, menurut majelis hakim, keberatan dari terdakwa, pun para pengacara, tak dapat diterima lantaran harus dibuktikan dalam persidangan.

"Keberatan para terdakwa dan penasehat hukum telah memasuki pokok perkara. Maka tidak dapat diterima," sambung Hakim Rosmina. 

Majelis hakim, dalam putusan sela pun memerintahkan JPU, agar menunaikan tanggungjawabnya untuk membuktikan dakwaan, dalam persidangan pekan depan. Sedangkan untuk para terdakwa, majelis hakim memerintahkan untuk dikembalikan ke rumah tahanan (Rutan).    

Usai putusan sela, dua pengacara Susilo Ari Wibowo, dan Muchtar Arifin pun mengaku tak puas dengan kesimpulan majelis hakim. Muchtar Arifin bahkan mengajukan perlawanan atas putusan sela tersebut ke Pengadilan Tinggi (PT). Karena itu, ia meminta agar majelis hakim menunda persidangan lanjutan sampai adanya putusan PT, atas putusan sela majelis hakim. 

"Kami tim panasehat hukum dari terdakwa (Benny Tjokrosaputro), meminta agar mejelis hakim menunda persidangan," kata Muchtar.

Susilo Aribowo, pengacara Heru Hidayat tak melakukan perlawanan sampai ke PT atas putusan sela tersebut. Akan tetapi, ia menegaskan, tetap akan membuktikan dipersidangan bahwa sangkaan JPU dalam dakwaan, bukan bagian dari praktik korupsi dan TPPU. Melainkan, kata dia, merupakan pelanggaran keuangan yang diatur dalam pasar modal. 

"Kami tetap akan melakukan perlawanan. Dan tetap berkeyakinan kasus ini harus dikaji menggunakan UU Pasar Modal," ujar Susilo.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement