REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dua menteri yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memuji kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menanggulangi pandemi COVID-19.
"Jadi tadi itu ada penjelasan dari Pak Gubernur Jabar tentang bagaimana langkah sistematis di Jabar untuk menangani COVID-19. Menurut saya Jabar termasuk sangat bagus di dalam penanganan COVID-19 dengan jumlah penduduk terbesar," kata Muhadjir seusai meninjau protokol Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Sabtu (20/6).
Menteri Muhadjir dan Menteri Terawan sempat mendengar pemaparan dari Direktur Utama RSHS Bandung Nina Susana Dewi dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Saat ini kondisinya baik sebagian masih zona oranye, ada kuning tapi sudah mulai menghijau kalau dilihat secara gugus parsial, ini bagus untuk Jabar," kata Menteri Muhadjir.
Muhadjir mengatakan RSHS Bandung sudah mulai menerapkan pengobatan pasien positif COVID-19 dengan metode convalescent plasma dan hasilnya, dengan metode itu kondisi pasien mulai membaik.
"Berdasarkan hasil laporan dari ketua tim juga sudah bagus hasilnya membaik untuk yang diobati. Pak Menkes akan memberikan bantuan peralatan agar bisa lebih memastikan bahwa penerapan pengobatan menggunakan plasma ini yang direkomendasikan Kemenkes bisa digunakan untuk seluruh Indonesia," kata dia.
Sementara itu Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan sinergiantarlembaga di Jabar membuat penanganan COVID-19 berjalan baik dan juga dengan kinerja rumah sakit dan para tenaga medis membuat kasus COVID-19 di Jabar relatif bisa terkendali.
"Kami melihat effort dari Pemprov Jabar begitu bagus dan hasilnya membuat Provinsi Jabar semakin membaik dalam penanganan COVID-19. Untuk rumah sakit sangat baik di dalam merawat sehingga kita bisa melihat masyarakat yang dirawat sedikit, tidak membuat rumah sakit menjadi penuh sekali untuk COVID-19," kata dia.
"Sehingga masih banyak relaksasi waktu, betul-betul tim dokter bisa mempunyai konsentrasi untuk menangani pasien yang berat dengan baik," kata Menteri Terawan.
Pihaknya berkomitmen membantu memfasilitasi proses pendaftaran sejumlah alat penanganan COVID-19 yang diproduksi di Jabar ke Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) agar bisa diproduksi massal.
Pemprov Jabar berhasil membuat sejumlah alat medis untuk penanganan COVID-19 seperti ventilator buatan PT Dirgantara Indonesia, "rapid test" antigen karya ITB dan Unpad dan laboratorium kontainer buatan PT Biofarma.
"Kami daftarkan dan kita fasilitasi untuk nanti, bisa kita lakukan pembelian untuk proses pengadaannya sehingga itu bisa dipakai nantinya di seluruh penjuru tanah air, kita harus bangga dengan produk Indonesia. Saya yakin produk Indonesia sangat kompatibel dipakai di Indonesia," jelasnya.
Terkendali
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil atau Emil menuturkan, kasus COVID-19 di Jawa Barat relatif terkendali dengan rata-rata 30 kasus per hari. Menurut Kang Emil, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dari level provinsi hingga mikro serta pengetesan masif menjadi kunci Jabar dalam menangani COVID-19 sejauh ini.
"Sudah enam pekan angka reproduksi (Rt) kita di bawah satu. Kami di Jabar selalu ilmiah dalam mengambil keputusan. Kami libatkan epidemologis dari perguruan tinggi, ada ahli ekonomi juga," kata dia.
"Yang sembuh sudah mendekati angka kasus aktif. Di rumah sakit juga pasien COVID-19 sudah sedikit. Dari 100 persen kapasitas ruang inap sekarang hanya 29 persen yang dipakai," tutur Kang Emil melanjutkan.
Walaupun demikian, lanjut Kang Emil mengaku Pemprov Jabar punya tantangan besar dalam proses transisi adaptasi kebiasaan baru (AKB) sehingga ia memerintahkan tim dari gugus tugas untuk terus melakukan pemeriksaan di pusat keramaian agar masyarakat tak larut dalam euforia.
"Dan tantangannya, kita ini provinsi paling dekat dengan episentrum. Kami sudah buka kegiatan ekonomi, rumah ibadah dan lain-lain. Kami juga ngetes wisatawan di Puncak karena orang Jakarta sulit ditahan. Makanya kami periksa dipaksa swab, kalau ada anomali kami tutup, kalau enggak kami buka," kata dia.