REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pakar PAN Dradjad Wibowo meminta anggota DPR menyudahi akrobat politik terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Jika memang menolak RUU HIP sebenarnya anggota DPR bisa melakukannya di sidang paripurna, hanya dengan memencet mic atau berdiri menyatakan menolak.
"Tidak usah saling klaim dan saling menyalahkan. Kita tahu, keputusan DPR itu adanya di rapat Paripurna, bukan di AKD (alat kelengkapan Dewan) seperti Baleg (Badan Legislasi),” kata Dradjad dalam pesan watsapp kepada Republika.co.id, Sabtu (20/6).
Dalam rapat Paripurna selasa 12 Mei 2020, DPR menjadwalkan 6 agenda, termasuk pidato penutupan masa persidangan III tahun 2019-2020 oleh Ketua DPR. Pendapat fraksi-fraksi tentang RUU HIP dan pengesahannya sebagai RUU usul DPR dijadwalkan sebagai agenda ke-5.
Faktanya, kata Dradjad, ketika masuk agenda ke-5, tidak ada satu pun fraksi yang menyampaikan penolakan secara terbuka dan tegas. Pandangan tertulis fraksi diserahkan ke pimpinan rapat.
"Kalau kita setuju atau menolak terhadap sesuatu, kita bisa dengan mudah koq memencet mic dan bersuara atau berdiri. Jangankan dengan kekuatan penuh fraksi, hanya dengan kekuatan individu anggota pun kita bisa melakukannya di DPR,” papar Dradjad.
Menurut Dradjad, hal itu kali-kali pernah ia lakukan sendiri di DPR periode 2004-2009. Fraksi juga bisa langsung jumpa pers karena banyak jurnalis di luar ruang sidang.
Fakta lain, lanjutnya, Fraksi PAN dan Fraksi PKS DPR secara formal menyampaikan agar TAP MPRS XXV/1966 dimasukkan sebagai konsideran RUU HIP. Tapi juga fakta bahwa semua fraksi “meloloskan” pasal 7 yang memuat klausul tentang Trisila dan Ekasila.
Dengan tingginya penentangan masyarakat terhadap RUU HIP, menurut Dradjad, malah salah besar jika fraksi-fraksi di DPR ngotot melawan suara masyarakat. "DPR kan perwakilan Rakyat. Jika rakyat menolak, fraksi-fraksi ya harus menolaknya. Itu artinya, fraksi menyadari dan mengoreksi kesalahannya,” papar ekonom senior INDEF ini.
Karena itu Dradjad minta fraksi-fraksi menyadari telah berbuat kesalahan kolektif dan mengoreksinya sesuai aspirasi rakyat. "Jadi sikap FPAN terhadap RUU HIP saat ini ya sesuai dengan aspirasi itu,” kata dia.
Dradjad mengatakan sangat manusiawi jika Aria Bima FPDIP kecewa dengan perkembangan terakhir. Tapi FPDIP juga ikut dalam kesalahan kolektif di atas. "Misalnya, mengapa sebagai promotor dan pimpinan RUU HIP, FPDIP tidak mendorong konsultasi publik semaksimal mungkin dengan berbagai elemen masyarakat? Mengapa permintaan dua fraksi terkait TAP MPRS XXV/1966 tidak diakomodasi?” papar Dradjad
Jadi hentikanlah tindakan saling klaim dan saling menyalahkan di media. Masyarakat menolak RUU HIP. Jika DPR ngotot, bakal ribut dan gaduh berkepanjangan, sampai nanti dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sebaiknya DPR segera mengambil langkah untuk memroses pembatalan RUU HIP sebagai RUU usul DPR.