Kamis 18 Jun 2020 14:40 WIB

Pemerintah Diminta Jelaskan Soal Kenaikan Belanja Senjata

Publik pantas mendapatkan penjelasan agar belanja senjata tidak menimbulkan polemik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Prajurit TNI melakukan perawatan senjata api di Mako Kodim 0710 Pekalongan, Jawa Tengah (Ilustrasi). Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan pemerintah harus menjelaskan terkait meningkatnya belanja negara dalam hal persenjataan.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Prajurit TNI melakukan perawatan senjata api di Mako Kodim 0710 Pekalongan, Jawa Tengah (Ilustrasi). Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan pemerintah harus menjelaskan terkait meningkatnya belanja negara dalam hal persenjataan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan pemerintah harus menjelaskan terkait meningkatnya belanja negara dalam hal persenjataan. Menurutnya, publik pantas mendapatkan penjelasan agar aktivitas itu tidak menimbulkan polemik.

"Pemerintah perlu serius dalam menjelaskan ke masyarakat terkait belanja ini apalagi ini situasi pandemik, apakah tidak berlebihan belanja segitu banyak," kata Khairul Fahmi di Jakarta, Kamis (18/6).

Baca Juga

Dia berpendapat, penjelasan tersebut dibutuhkan agar tidak menimbulkan spekulasi yang justru dapat merugikan ke depan. Dia mengungkapkan, hal itu juga mengingat bahwa belanja persenjataan tahun ini paling banyak dalam lima tahun terakhir.

Menurutnya, pemerintah perlu bersikap terbuka saat menghabiskan anggaran negara. Dia mengatakan, ada sejumlah pertanyaan yang dapat dijawab misal apakah belanja ini sudah sesuai rencana atau apakah ada penambahan dari rencana-rencana sebelumnya.

"Atau misal ini terkait kerjasama kedua negara makanya perlu direalisasikan, kan seperti itu. Jadi ini supaya jelas dan tidak menimbulkan spekulasi," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada kenaikan nilai impor senjata mencapai 187,1 juta dolar Amerika Serikat (AS). Jumlah tersebut naik hingga 7.384 persen bila dibandingkan Februari 2020 yang hanya sebesar 2,5 juta dolar. 

Nilai impor senjata itu juga naik 8.809 persen dibandingkan Maret 2019 yang hanya 2,1 juta dolar. BPS menyebutkan bahwa besaran jumlah impor itu pun membuat senjata dan amunisi menjadi komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi secara persentase.

Khairul mengatakan, sejak Maret hingga saat ini pemerintah juga belum memberikan penjelasan komprehensif terkait pembelanjaan tersebut. Dia menjelaskan, belanja tersebut di satu sisi dilakukan untuk meningkatkan pertahanan tetapi di sisi lain juga kalau berlebihan justru bisa membahayakan.

"Ini makanya yang harus dilihat, jadi pemerintah perlu menjelaskan hal itu," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement