Rabu 17 Jun 2020 17:04 WIB

Simpang Siur Status Justice Collaborator M Nazaruddin

KPK bantah berikan status justice collaborator kepada M Nazaruddin.

Mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi Ridwan, Dian Fath Risalah

Mantan Bendahara Partai Demokrat, M Nazarudin mendapatkan cuti menjelang bebas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor : PAS-738.PK.01.04.06 Tahun 2020 tanggal 10 Juni. Pada Ahad (14/6), Ia telah keluar dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung.

Baca Juga

"Menjalani CMB mulai tanggal 14 Juni hingga berakhir 13 Agustus 2020," ujarnya melalui keterangan resmi," Kadivpas Kemenkumham Jawa Barat Abdul Aris, Selasa (16/6). Menurutnya, pengawasan akan dilakukan oleh Bapas Bandung sebagai domisili penjamin.

Menurut Abdul, pemberian remisi 4 tahun lebih (akumulasi) untuk Nazaruddin sudah sesuai dengan ketentuan. Menurut Abdul, Nazzarudin sudah mendapat beragam remisi sejak tahun 2013 setelah dirinya dipidana. Sejak saat itu, remisi yang didapat Nazaruddin diakumulasikan menjadi total 4 tahun 1 bulan.

"Semua sesuai ketentuan. Yang bersangkutan mendapat remisi sejak tahun 2013," kata Abdul Aris di Bandung, Rabu.

Abdul menjelaskan beragam remisi itu di antaranya remisi khusus hari raya Idul Fitri, remisi umum 17 Agustus, remisi dasawarsa pada 2015, hingga remisi tambahan donor darah. Selain itu, katanya, Nazaruddin juga sudah bekerja sama sebagai justice collaborator. Menurut dia, JC merupakan salah satu syarat bagi Nazaruddin untuk menerima remisi tersebut.

Sementara itu, pembimbing Nazaruddin dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung Budiana mengatakan sebetulnya Nazaruddin bisa juga mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB). Hal tersebut harus ditempuh dengan melalui koordinasi antara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun. KPK tidak memberi rekomendasi PB karena Nazaruddin dinilai sudah mendapatkan remisi yang cukup banyak.

"Sebetulnya dia punya hak untuk PB karena denda sudah dibayar, sudah mendapat JC dari KPK. Kalau tidak salah, (tidak diberi rekomendasi PB) karena remisi yang didapat sudah cukup banyak," kata Budiana.

Ihwal 49 bulan remisi untuk Nazaruddin selama menjalani masa hukuman, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Rika Aprianti menjelaskan remisi itu diberika lantaran Nazruddin telah ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) oleh KPK.

"Yang berdasarkan Surat nomor R-2250/55/06/2014 tanggal 09 Juni 2014 perihal surat keterangan atas nama Muhammad Nazaruddin dan  Surat Nomor R.2576/55/06/2017 tanggal 21 Juni 2017, perihal permohonan keterangan telah bekerja sama dengan penegak hukum atas nama Mohammad Nazaruddin," kata Rika, Rabu (17/6).

Namun, pada hari ini, KPK menyatakan, tidak pernah memberikan status justice collaborator kepada Nazaruddin. Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, lembaganya memang pernah menerbitkan dua surat keterangan yakni pada 09 Juni 2014 dan 21 Juni 2017.

Namun, surat yang KPK terbitkan menurut Ali, adalah surat keterangan bekerja sama untuk Nazaruddin karena sejak proses penyidikan, penuntutan dan di persidangan telah mengungkap perkara korupsi pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Kemudian perkara proyek pengadaan KTP-elektronik di Kemendagri dan perkara dengan terdakwa Anas Urbaningrum. Selain itu, Nazaruddin juga telah membayar lunas denda ke kas Negara.

Ali mengungkapkan, dalam surat keterangan bekerjasama tersebut, juga menegaskan KPK tidak pernah menetapkan Nazaruddin sebagai JC.

"Pimpinan KPK saat itu tidak pernah menetapkan M. Nazarudin sebagai justice collaborator," tegas Ali dalam pesan singkatnya, Rabu (17/6).

Lebih lanjut Ali menjelaskan, status JC dan surat keterangan bekerja sama merupakan dua hal berbeda. JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan diputuskan oleh Majelis Hakim. Sementara surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ (M. Nazaruddin). Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerjasama yang bersangkutan tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerjasama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkracht," tegasnya lagi.

Oleh karenanya, KPK menyesalkan langkah Ditjenpas memberikan cuti menjelang bebas kepada Nazaruddin. Bahkan, sambung Ali, KPK sebenarnya sudah tiga kali menolak memberikan rekomendasi sebagai persyaratan asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat yang diajukan Ditjenpas Kemenkumham, M. Nazarudin maupun Penasihat Hukumnya yakni pada Februari 2018, Oktober 2018 dan Oktober 2019.

Ke depannya, KPK berharap Ditjenpas dapat lebih selektif dalam memberikan hak binaan, seperti remisi, pembebasan bersyarat, asimilasi dan lainnya kepada napi kasus korupsi. Hal ini lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

"Mengingat dampak dahsyat dari korupsi yang merusak tatanan kehidupan masyarakat," kata Ali

Sebelumnya, Nazaruddin dipidana sebanyak dua putusan dengan akumulasi pidana penjara selama 13 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1,3 miliar. Untuk denda pun sudah dibayar lunas.

Nazaruddin merupakan terpidana korupsi di KPK dalam dua kasus.  Pertama, dia terbukti menerima suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan.

Kedua, Nazar juga menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari pengembangan perkara kasus tersebut. Total hukuman yang harus ia jalani sebanyak 13 tahun.  Nazaruddin sempat menjadi buronan KPK dan pada akhirnya ditangkap pada 2011 silam. Tahun itu pula ia mulai ditahan.

photo
Tren vonis ringan terdakwa korupsi pada 2019 - (Infografis Republika.co.id)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement