REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang dilayangkan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait putusan bebas Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap mantan direktur utama PLN Sofyan Basir. MA menilai Pengadilan Tipikor Jakarta tidak salah dan sudah sesuai dalam menerapkan hukum pada perkara Sofyan Basir.
"Permohonan kasasi penuntut umum ditolak karena menurut majelis hakim kasasi, putusan judex facti Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi, Rabu (17/6).
Andi menyebut, majelis hakim Pengadilan Tipikor sudah tepat dan benar dalam pertimbangan mengenai penerapan hukum. Pengadilan Tipikor diketahui menyebut bahwa Sofyan Basir tidak terbukti terlibat membantu melakukan tindak pidana suap terkait kesepakatan proyek PLTU MT Riau-1.
Terlebih, menurut Andi Samsan, memori kasasi yang diajukan jaksa KPK sudah merupakan fakta dan penilaian hasil pembuktian. "Atas dasar dan alasan tersebut, majelis hakim kasasi dengan suara bulat menyatakan permohonan kasasi penuntut umum harus ditolak. Perkara diputus Selasa, 16 Juni 2020," kata Andi.
In Picture: Sofyan Basir Tinggalkan Rutan KPK
Sebelumnya, KPK mengajukan kasasi terhadap vonis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang membebaskan mantan direktur utama PT PLN Sofyan Basir pada Jumat, 15 November 2019. Kasasi dilayangkan KPK kepada MA setelah Sofyan Basir divonis bebas atas perkara dugaan pembantuan tindak pidana suap terkait kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1).
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Sofyan dinyatakan tidak terbukti melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP. Dengan demikian, Sofyan dinilai tidak terlibat dalam kasus korupsi proyek independent power producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (IPP PLTU MT) Riau-1 antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dan Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC) Ltd.
Di samping itu, majelis hakim menyatakan Sofyan tidak berperan membantu Eni Maulani Saragih dalam menerima suap. Selain itu, terdakwa dinilai tidak ikut menikmati suap serta tidak mengetahui pemberian suap Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Saragih.
Dalam perkara ini, Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR 2014-2019 dan Idrus Marham menerima hadiah berupa uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp 4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham BNR Ltd. Pada 2015, Johannes Kotjo melakukan kesepakatan dengan CHEC Ltd mengenai rencana pemberian biaya atau fee sebagai agen proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 yang diperkirakan nilai proyeknya 900 juta dolar AS dengan biaya sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS.
"Saya bersyukur Allah kasih yang terbaik hari ini bebas. Bebas di luar dan bisa membuat yang terbaik untuk masyarakat. Terima kasih pada teman-teman wartawan," ujar Sofyan Basir setelah vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 4 November 2019 silam.