Rabu 17 Jun 2020 00:02 WIB

Alasan Pemerintah tidak Bisa Langsung Mencabut RUU HIP

Menko Polhukam mengungkap alasan pemerintah tak bisa langsung mencabut RUU HIP.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Maruf Amin didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat menerima kehadiran pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MU), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, di rumah dinas Wapres, Jakarta, Selasa (16/6).
Foto: dok. KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat menerima kehadiran pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MU), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, di rumah dinas Wapres, Jakarta, Selasa (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan alasan pemerintah hanya meminta DPR untuk menunda pembahasan rancangan undang-undang haluan ideologi Pancasila (HIP) alih-alih langsung mencabut atau membatalkannya. Mahfud menerangkan, pemerintah tidak bisa langsung mencabut karena RUU HIP yang merupakan inisiatif DPR adalah produk legislasi yang sedang berjalan.

"Maka pemerintah minta menunda. Pemerintah tidak bisa langsung mencabut karena itu adalah urusan lembaga legislatif, bukan sesuatu yang bisa dilakukan secara sepihak oleh pemerintah," ujar Mahfud saat mendampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin menerima pimpinan ormas Islam, Selasa (16/6) malam.

Baca Juga

Mahfud mengatakan, pemerintah saat ini belum berencana untuk membahas RUU HIP karena tengah fokus dalam penanganan dan dampak Covid-19. Sementara itu, terkait isi RUU HIP yang menimbulkan polemik di publik, pemerintah meminta DPR untuk mendengarkan aspirasi rakyat dan berdialog dengan komponen masyarakat.

"Tentang perlu tidaknya atau apa isinya itu jika dianggap perlu, pemerintah meminta kepada DPR sebagai lembaga legislatif untuk mendengar aspirasi masyarakat, banyak berdialog dengan berbagai komponen masyarakat, terutama ormas-ormas keagamaan," katanya.

Mahfud juga menyampaikan pandangan pemerintah terkait RUU HIP dari sisi substansi. Ia mengatakan, TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 masih berlaku mengikat. Karena itu, tentang hal tersebut tidak perlu dipersoalkan lagi. Menurut dia, pemerintah tetap berkomitmen TAP MPRS tersebut merupakan suatu produk hukum peraturan perundang-undangan yang mengikat. 

"Oleh sebab itu, seharusnya kan itu menjadi sikap pemerintah. TAP MPRS Nomor XXV/1966 itu menjadi jangkauan dari setiap pembicaraan tentang ideologi, termasuk haluan ideologi kita itu," ungkapnya

Kedua, Mahfud melanjutkan, soal rumusan Pancasila, yang diberlakukan secara sah oleh negara ini adalah rumusan Pancasila yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 dan disahkan 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). "Oleh sebab itu, bagi pemerintah, Pancasila itu adalah lima sila yang merupakan satu kesatuan pemahaman yang harus diutarakan atau dimaknai dalam satu tarikan napas. Tidak bisa disebut 1 sila, 2 sila, 3 sila, 4 sila, tapi 5 sila sekaligus," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap sikap pemerintah yang meminta DPR agar menunda pembahasan RUU HIP bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Wapres mengatakan, permintaan penundaan ini diambil pemerintah setelah memperhatikan berbagai pendapat terkait RUU HIP yang menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Hal itu disampaikan Ma'ruf saat menerima pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, Selasa (16/6) malam. "Keputusan pemerintah itu mendapat respons dari MUI, NU, dan Muhammadiyah. Semoga respons ini juga direspons sama oleh ormas-ormas yang lain dan masyarakat seluruhnya demi penyelenggaraan bangsa kita," ujar Ma'ruf saat telekonferensi dari rumah dinasnya, Menteng, Jakarta, Selasa (16/6).

Ia kembali menegaskan keputusan pemerintah yang meminta DPR agar menunda pembahasan RUU HIP tak lain karena saat ini pemerintah masih fokus dalam penanganan Covid-19 beserta dampaknya. "Karena memang pemerintah ingin fokus kepada penanganan Covid-19 dan dampaknya termasuk masalah sosial dan ekonomi dalam rangka upaya melakukan pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement