REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan peran Kejaksaan bidang perdata dan tata usaha negara dalam pendampingan hukum terkait program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) . Ini sebagai upaya pemulihan dampak COVID-19.
Hal itu dikatakan Burhanuddin sebelum mengikuti rapat koordinasi nasional pengawasan intern tahun 2020 melalui metoda webinar dengan tema "Kolaborasi dan Sinergi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Pemeriksa Eksternal dan Aparat Penegak Hukum (APH) Dalam Rangka Pengawasan Percepatan Penanganan Coranavirus Disease (COVID-19) dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)", di Jakarta, Senin (15/6).
"Jaksa Agung menjelaskan tentang peran Kejaksaan RI, khususnya bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam proses Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono.
Hari menjelaskan pada pelaksanaannya nanti, Kejaksaan akan mengambil peran dan fungsi pendampingan hukum (legal assistance) yang terdiri dari tiga kegiatan utama.
Pertama, pendampingan dalam penyaluran kredit dengan subsidi bunga untuk usaha ultra mikro dan UMKM. Pendampingan itu berupa sosialisasi risiko hukum pidana dan perdata bagi pelaku usaha mikro dan UMKM.
Kemudian, pendampingan sosialisasi risiko hukum pidana (khususnya tindak pidana korupsi serta tindak pidana perbankan) dan perdata bagi petugas pelaksana penyaluran kredit, termasuk pejabat bank dan petugas yang memroses dan mengambil keputusan dalam analisis kredit, verifikasi data dan agunan. Selain itu pendampingan konsultasi hukum, apabila diminta dalam tahap verifikasi data dan agunan, tanpa mencampuri kewenangan pengambilan keputusan.
Kedua, pendampingan dalam kegiatan pengawasan pelaksanaan penyaluran kredit dengan subsidi bunga dan pencegahan korupsi. Peran ini berupa sosialisasi dan pemberian saran pencegahan korupsi penyalahgunaan kredit subsidi tidak sesuai ketentuan dan peruntukannya.
"Ketiga yakni bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi dalam penyelesaian kredit bermasalah yang diberikan berdasarkan Surat Permohonan dan Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk melakukan penagihan, somasi, mediasi hingga litigasi," kata Hari.
Kejaksaan Agung mengimbau kepada pihak-pihak yang akan terlibat dalam pelaksanaan Program PEN untuk memperhatikan dan mengikuti prinsip-prinsip azas keadilan sosial dan menerapkan kaidah kebijakan yakni kehati-hatian, tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil dan akuntabel.
"Prinsip lainnya yakni mendukung pelaku usaha dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak menimbulkan moral hazard dan pembagian biaya dan risiko antarpemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masin-masing," kata Kapuspenkum.
Pihak-pihak yang akan terlibat dalam PEN antara lain Menteri Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpnan (LPS), Bank Peserta dan Bank Pelaksana, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pelaku usaha dan lain sebagainya, termasuk JPN.
PEN adalah program pemerintah dengan tujuan melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.
Program itu nantinya akan dilaksanakan dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi Pemerintah, penjaminan dan belanja negara.