REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 303 keluhan terkait penyaluran bantuan sosial (Bansos) selama pandemi Covid-19, hingga Jumat (12/6) kemarin. Ada tiga Provinsi di Pulau Jawa yang paling banyak dikeluhkan warganya dalam penyalurab bansos Covid-19.
Laporan dan keluhan terkait bansos itu diterima KPK lewat program JAGA Bansos 2020. Aplikasi yang luncuran KPK sejak 5 Juni lalu untuk memudahkan masyarakat mengadukan penyimpangan, dan penyalahgunaan dana bantuan pemerintah selama pandemi Covid-19.
"Yang paling banyak dikeluhkan oleh masyarakat adalah tidak menerima bansos, meskipun telah mendaftar," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding, dalam keterangan resmi KPK yang diterima wartawan di Jakarta, Sabtu (13/6).
Dalam catatan KPK, pelaporan masyarakat yang tak menerima bantuan, tercatat ada 134 kasus. KPK, membagi ragam keluhan tersebut menjadi tujuh kategori. Selain tak menerima bantuan, pelaporan keluhan jenis lainnya yakni, bantuan yang diterima dalam jumlah kurang.
Kasusnya, ada sebanyak 32 laporan. Selain itu, tercatat 28 kasus, dari laporan tentang bansos yang tak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan. Tercatat juga 14 kasus penerima bantuan fiktif.
Selain itu, ada empat pelaporan yang KPK terima terkait pemberian bansos lebih dari satu kali terhadap individu penerima. Tiga laporan lainnya, kasus yang mengadukan bantuan yang diterima dalam kualitas tak layak pakai atau buruk. Sedangkan dua pelaporan, tercatat penerimaan bantuan yang tak tepat sasaran atau diberikan kepada penerima yang tak seharusnya.
"Dan 86 laporan, dalam beragam topik lainnya," ucap Ipi.
Ipi menjelaskan, pelaporan keluhan tersebut, paling banyak berasal dari warga di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Barat (Jabar) paling banyak dilaporkan dengan adanya 74 keluhan penerimaan bansos yang tersebar di 20 pemerintahan daerah (pemda). Sedangkan Jawa Timur (Jatim), menjadi provinsi kedua dengan tingkat keluhan sebanyak 48 laporan di 15 pemda. Di Provinsi Jawa Tengah (Jateng), tercatat ada 32 keluhan di 20 pemda.
Di tingkat dua, Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya menjadi wilayah administrasi dengan tingkat keluhan tertinggi. Ada sebanyak 10 keluhan yang tercatat di aplikasi JAGA Bansos. Paling banyak keluhan lainnya, terjadi di Pemerintahan Kabupaten (pemkab) dengan sembilan pelaporan. Sedangkan Pemkab Lampung Selatan, Pemkab Sukabumi, dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, masing-masing dikeluhkan dengan adanya tujuh pelaporan.
Ipi melanjutkan, dari seluruh pengaduan tersebut, sebanyak 20 keluhan sudah ditindaklanjuti oleh pemda masing-masing. Akan tetapi, sebanyak 115 laporan keluhan, masih dalam proses tindak lanjut. Keluhan lainnya, dari sebanyak 118 pelaporan, masih dalam status konfirmasi pelapor, dan 20 pengaduan, dalam status diterima untuk verifikasi.
"Sisanya 30 pelaporan keluhan, dengan status dihapus karena pelaporan ganda," kata Ipi.
Terkait dengan ratusan pelaporan keluhan tersebut, KPK meminta kepada pemerintah di semua level daerah untuk terus melakukan pemutakhiran data penerimaan bansos di masyrakat. KPK mengatakan, perlunya perluasan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sampai ke satuan RT/RW.
Di beberapa wilayah, KPK menemukan inkosistensi DTKS dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tak masuk dalam kriteria sebagai penerima bantuan. "KPK mendorong transparansi penyaluran bantuan, dengan mengumumkan daftar penerima bantuan. Pemda juga perlu mensosialisasikan pemahaman terkait kriteria penerima, jenis bansos, dan waktu pendistribusian," jelasnya.