REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Bidang Kerjasama dan Advokasi MCCC PP Muhammadiyah dr Corona Rintawan mengatakan, Pilkada 2020 digelar Desember terlalu awal mengingat penambahan kasus Covid-19 yang terjadi. Tak hanya soal angka kasus Covid-19, kondisi aman juga harus memenuhi indikator lainnya seperti jumlah pasien di rumah sakit, kemampuan rumah sakit, serta ketersediaan alat pelindung diri (APD).
"Artinya apa, konteks pandemi ini kita harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada, kalau memang artinya waktu ini yang memang harus dipertimbangkan, saya kira Desember masih terlalu awal," ujar dr Corona dalam diskusi virtual 'Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi: Kedaulatan Rakyat atau Keselamatan Rakyat?' pada Rabu (3/6).
Menurut dia, pemberlakuan tatanan normal baru atau new normal karena alasan utamanya ekonomi, bukan kondisi Indonesia sudah aman. Ia justru mengkhawatirkan implementasi protokol kesehatan penanganan Covid-19 dalam pelaksanaan pilkada nanti.
Apalagi Indonesia juga masih terbatas dalam melakukan skrining terlihat dari jumlah warga yang sudah di tes polymerase chain reaction (PCR). Menurut Corona, seharusnya kemampuan tes PCR sudah mencapai angka 20 ribu sampai 30 ribu sehari, sedangkan saat ini masih di bawah 10 ribu dan jumlah naik turun.
"Artinya ini karena kita harus bisa melihat kondisi ini masih belum aman untuk Indonesia, dan perkiraan memang beberapa bulan ke depan, saya sendiri juga tidak bisa memastikan Desember itu aman atau tidak," kata Corona.
Dengan demikian, kata dia, terkait konsekuensi tambahan anggaran jika pilkada digelar Desember, lebih baik anggaran digunakan untuk memaksimalkan fasilitas medis dalam penanganan Covid-19. Menurutnya, Indonesia memperbanyak tes PCR.
"Di bidang kesehatan masih belum maksimal, jadi saya kira masih terlalu gambling, kalau memang sudah pasti ditentukan waktunya, itu tadi anggaran itu sebaiknya dialihkan untuk yang betul-betul urgen," tutur dia.