REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov Jawa Barat) mengeluarkan peraturan sebagai persiapan penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) di seluruh kabupaten/ kota di Jawa Barat. Hal itu diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 46 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara proposional sesuai level kewaspadaan daerah kabupaten/ kota untuk pencegahan pengendalian Covid-19.
Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, Pergub tersebut ditandatangi pada Sabtu (30/5) lalu. "Karena sebenarnya Jabar belum bermaksud melepaskan secara penuh PSBB," ujar Setiawan dalam siaran persnya, Selasa (2/6) malam.
Setiawan menjelaskan, Pergub 46 mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota, protokol kesehatan per level kewaspadaan dalam rangka AKB, pengendalian dan pengamanan, serta monitoring evaluasi dan sanksi. "Ada sembilan indikator yang dipakai Pemprov Jabar dalam menentukan level kewaspadaan. Indikator ini berdasarkan kajian dan rekomendasi pakar epidemologi," katanya.
Ia mengatakan, sembilan indikator itu adalah laju orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif, kesembuhan, kematian, reproduksi instan, transmisi/kontak indeks, pergerakan orang dan risiko geografi atau perbatasan dengan wilayah transmisi lokal. Dari sembilan indikator ini, kata dia, menghasilkan lima level kewaspadaan kabupaten/kota. Level 1 Rendah: tidak ditemukan kasus positif, Level 2 Moderat: kasus ditemukan secara sporadis atau impor, Level 3 Cukup Berat: ada klaster tunggal, Level 4 Berat: ditemukan beberapa klaster, dan Level 5 Kritis: penularan pada komunitas.
"Lima level kewaspadaan ini kemudian melahirkan perlakuan atau protokol berbeda- beda per kabupaten/kota," ujarnya.
Setiawan mencontohkan, kabupaten/kota dengan Level 1 maka protokolnya normal; Level 2 jaga jarak; Level 3 PSBB parsial; Level 4 PSBB penuh; dan Level 5 protokolnya adalah Karantina (lockdown). Kemudian, kata dia, diatur juga level kewaspadaan per kecamatan/kelurahan yang protokol kesehatannya kurang lebih sama dengan tingkat kabupaten/kota dengan istilah baru Pembatasan Sosial Berskala Mikro.
Selain PSBB, Pergub 46 juga mengatur protokol kesehatan dalam rangka AKB yang perlakuannya pun sesuai dengan level kabupaten/kota. Level 1 yang paling baik misalnya, diperkenankan membuka tempat ibadah dengan syarat kapasitas maksimal 75 persen, pergerakan orang diizinkan antar provinsi, belajar di sekolah tapi hanya 50 persen siswa, tempat wisata dibuka pukul 06.00 – 16.00 dengan kapasitas maksimal 50 persen, dan masih banyak aturan lain, aktivitas perbankan kapasitas 70 persen dengan pegawai 25 persen kerja di rumah dan 75 persen ke kantor.
Sebaliknya Level 5 yang paling kritis akan diberlakukan karantina dengan pergerakan dibatasi per desa/kelurahan bahkan per RT/RW, pegawai 100 persen kerja di rumah, supermarket, minimarket, mal, sampai pasar tradisional tutup. "Kabar baiknya tidak ada kabupaten/kota yang masuk kategori kritis," ucapnya.
Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Barat Daud Achmad mengatakan, kabupaten/kota yang hendak menerapkan AKB harus terlebih dahulu mencabut status PSBB berbarengan dengan pengajuan AKB atau Kenormalan Baru ke Kementerian Kesehatan.
"Harus diingat untuk melakukan AKB harus mencabut dulu status PSBB ke Menteri Kesehatan. Karena PSBB pun atas seizin menteri kesehatan. Ini yang saat ini sedang berproses difasilitasi provinsi," kata Daud.
Namun pada saat yang sama, kata dia, ada 12 kabupaten/kota yang tetap menerapkan PSBB karena masih masuk zona kuning atau Level 3. "Bupati/wali kota yang menindaklanjuti. Saya lihat Kota Bandung yang masih zona kuning, Wali Kota sudah mengeluarkan peraturan wali kota," kata Daud mengapresiasi.
Sementara 15 kabupaten/kota yang lain, kata Daud, dapat menerapkan AKB tapi tetap dengan syarat mencabut PSBB dan memohon AKB ke Menteri Kesehatan.