REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melakukan forum grup diskusi terhadap rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana non-alam Covid-19. Dalam rancangan itu, petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih melalui Rukun Tetangga dan tidak melakukan tatap muka secara langsung dengan pemilih.
"Iya, kita matangkan demikian. Coklit tidak berbasis PPDP per TPS (tempat pemungutan suara dan) tapi PPDP berbasis RT atau per RT," ujar Komisioner KPU RI, Viryan Aziz saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (3/6).
Menurutnya, hal ini ditempuh karena RT paling tahu kondisi warganya. Dengan demikian, meminimalisasi aspek kunjungan langsung ke pemilih atau door to door untuk mencegah penularan virus corona. "Bila pun ada yang tidak dikenal (pemilih) jumlahnya sedikit sekali," katanya.
Dalam rancangan PKPU yang menyesuaikan tahapan dengan protokol kesehatan penanganan Covid-19, pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih terdapat dalam Bab IV dan dimulai Pasal 22 sampail Pasal 37. Sementara, dalam hal terdapat keraguan terhadap identitas pemilih usai coklit ke RT, PPDP dapat mendatangi pemilih dan bertatap muka secara langsung. PPDP meminta pemilih menunjukkan kartu keluarga.
Namun, petugas harus menerapkan protokol Covid-19 sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 PKPU tersebut. Ketentuan mengenai kegiatan bertatap muka atau yang menimbulkan kontak fisik secara langsung dilakukan dengan protokol Covid-19, setidaknya menggunakan masker dan menjaga jarak fisik.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, daftar pemilih tetap diatur dalam Pasal 58. Pasal 58 Ayat 3 menyebutkan, daftar pemilih oleh PPS (panitia pemungutan suara) dilakukan pemutakhiran berdasarkan perbaikan dari rukun tetangga, rukun warga, atau sebutan lain. Kemudian, tambahan pemilih yang telah memenuhi persyaratan sebagai lemilih paling lambat empat belas hari terhitung sejak diterimanya hasil konsolidasi, verifikasi, dan validasi.