Rabu 03 Jun 2020 01:30 WIB

Ini Empat Catatan ICW Setelah Penangkapan Nurhadi

KPK harus mengembangkan dugaan pidana pencucian uang yang dilakukan Nurhadi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) mendorong empat keharusan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Nurhadi, dan Rezky Herbiyono. Dua tersangka suap dan gratifikasi tersebut, ditangkap satgas antiruswah di Jakarta Selatan (Jaksel), pada Senin (1/6), setelah tiga bulan berstatus buronan KPK.

Peneliti hukum ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, keberhasilan KPK menangkap Nurhadi, dan Rezky patut bikin bangga. “Dalam hal ini (penangkapan Nurhadi dan Rezky), tentu kinerja dari tim penyidik KPK, layak untuk diapresiasi bersama,” kata dia dalam siaran pers, Selasa (2/6).

Tapi, Kurnia mengingatkan KPK tentang pekerjaan rumah yang besar dalam pengungkapan kasus yang melibatkan mertua dan menantu itu. ICW, kata dia, menegaskan empat keharusan yang dilakukan KPK setelah tertangkapnya Nurhadi dan Rezky.

Keharusan pertama, yakni runtutan kasus terkait penerimaan suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar yang dilakukan Nurhadi saat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung (Sekjen MA) 2011-2016. ICW meyakini, rekam kekayaan Nurhadi yang tak wajar memunculkan dugaan terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“KPK harus mengembangkan dugaan pidana pencucian uang yang dilakukan Nurhadi,” kata Kurnia.

Keharusan kedua, terkait dengan aksi pelarian Nurhadi dan Rezky. Menurut Kurnia, dua buronan tersebut selama ini dibantu oleh pihak lain dalam setiap upaya aksi pelarian selama menjadi buronan KPK. “Mustahil jika dikatakan pelarian keduanya selama ini, tanpa adanya bantuan dari pihak lain,” kata Kurnia. 

ICW mendesak, para pembantu pelarian Nurhadi dan Rezky selama ini, harus dijerat pidana. KPK harus mengenakan obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi dan Rezky.

Ketiga, KPK juga harus mengungkap kasus lain yang melibatkan Nurhadi dalam perkara korupsi lainnya di MA. “KPK harus menggali potensi keterlibatan Nurhadi dalam perkara korupsi lainnya,” kata Kurnia.

Terakhir, ICW meminta KPK agar mengusut keterlibatan sejumlah individu dalam pengusutan tuntas suap dan gratifikasi yang melibatkan Nurhadi. ICW mencatat, ada tiga individu yang selama ini kerap melakukan aksi tak kooperatif terhadap penyidikan KPK dalam pengungkapan kasus Nurhadi. 

Mereka antara lain, Royani yang diketahui sebagai supir pribadi Nurhadi, dan ajudan pribadi, serta Rizqi Aulia Rahmi, isteri Rezky, yang juga putri kandung Nurhadi. Tiga individu tersebut, menurut ICW, kerap mangkir memberikan kesaksian selama penyidikan di KPK.

“KPK harus menelusuri keberadaan pihak lain yang diduga terkait dengan Nurhadi,” kata Kurnia.  

Nurhadi dan Rezky, dinyatakan buron sejak Februari lalu. Keduanya, tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengaturan sejumlah putusan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Terkait itu, KPK menebalkan dugaan suap dan gratifikasi terhadap Nurhadi, mencapai Rp 46 miliar selama menjabat Sekjen MA 2011-2016. 

Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Desember 2019, dua kali Nurhadi dan Rezky mengajukan gugatan praperadilan. Akan tetapi dua kali upaya melepas diri dari status tersangka dan penyidikan tersebut, ditolak PN Jakarta Selatan. Setelah putusan praperadilan, KPK meminta Nurhadi dan Rezky mengikuti proses pemeriksaan. Namun keduanya kerap mangkir, dan berusaha kabur dari pemeriksaan KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement