REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Penanganan Covid-19 di RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, dr Deddy Herman, meminta pemerintah hati-hati terkait keputusan penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, jangan sampai kasus positif Covid-19 bertambah saat pilkada digelar.
"Kalau misalnya bahwa kasusnya semakin meningkat, saya agak bukan pesimis ya, saya agak lebih hati-hati karena lebih baik jangan sampai nanti kasus bertambah banyak karena pemilu yang kita kerjakan," ujar Deddy dalam diskusi virtual "Pilkada di Tengah Pandemi, Realistiskah?", Selasa (26/5).
Menurut dia, ada baiknya pemangku kepentingan bersabar untuk menunda kontestasi politik. Sehingga kasus Covid-19 tidak akan memburuk karena jumlah orang yang terkonfirmasi tidak terus bertambah karena kegiatan pilkada.
"Jadi, kadang-kadang ada baiknya kita sabar sedikit atau menunda sedikit supaya jangan sampai kondisi kita nanti memburuk seperti di negara lain seperti Amerika, Italia, dengan jumlah kasus yang luar biasa banyaknya dan sangat banyak," lanjut Deddy.
Ia mengatakan, saat ini masyarakat juga sulit diimbau menerapkan jaga jarak atau physical distancing sebagai upaya mencegah penularan virus corona. Hal itu terlihat masih ada beberapa keramaian dan kerumunan di sejumlah tempat.
Deddy mengajak masyarakat di berbagai daerah disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Sehingga, penambahan kasus Covid-19 tidak meningkat di daerah saat kasus di DKI Jakarta melambat.
Contohnya saja, ada penambahan kasus positif Covid-19 di Sumatra Barat sebanyak 33 orang kemarin. Sehingga total kasus positif mencapai sekitar 510 orang. Dengan demikian, ia meminta pemerintah mempertimbangkan tren kasus Covid-19 untuk mengambil keputusan.
"Yang paling penting kita harus hati-hati, apabila kita akan mengambil keputusan untuk melaksanakan pemilu tentu sebaiknya kita melihat duku tren penyakit ini. Apakah kasusnya benar-benar turun artinya penularan sudah sangat berkurang," tutur Deddy.
Diketahui, pemungutan suara Pilkada 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali pada Desember 2020. Jadwal ini bergeser tiga bulan dari waktu semula 23 September 2020, ditunda akibat pandemi Covid-19 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.