Senin 25 May 2020 20:21 WIB

Ketat Protokol Hingga Mewek di Perantauan Saat Lebaran

Beberapa temannya menangis menahan rindu bertemu keluarga saat malam takbiran.

Warga melakukan panggilan video saat bersilaturahim dalam rangka Idul Fitri 1441 Hijriyah.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melakukan panggilan video saat bersilaturahim dalam rangka Idul Fitri 1441 Hijriyah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dessy Suciati Saputri

Perayaan Idul Fitri 1441 H kali ini memang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19 yang masih terjadi mengharuskan masyarakat untuk menahan diri melakukan kegiatan dalam kerumunan, termasuk tak menggelar shalat id untuk mencegah penyebaran virus yang lebih luas.

Bagi masyarakat, makna perayaan hari lebaran pun seakan menghilang. Tradisi berlebaran untuk mengunjungi sanak saudara, kerabat, tetangga pun terpaksa ditahan. Sebagian masyarakat memang melaksanakan anjuran pemerintah untuk menahan diri berkegiatan di tengah kerumunan serta melakukan protokol kesehatan secara ketat.

Namun, tak sedikit pula yang tidak mengindahkan anjuran pemerintah itu. Usai menggelar shalat id bersama keluarga inti di masing-masing rumah, tampak masyarakat justru tetap berkegiatan melakukan silaturahim mengunjungi kerabat dan tetangga secara berkelompok.

Tentu saja hal itu tidak mengherankan, mengingat adanya pemberitaan beberapa hari sebelumnya menjelang hari raya di mana banyak masyarakat yang sudah tak mempedulikan adanya status PSBB di masing-masing wilayah. Mereka berbondong-bondong ke mall ataupun pasar untuk membeli pakaian baru dan membeli berbagai bahan makanan pokok khas hari raya serta lainnya.

Meskipun tetap bersilaturahim, namun masyarakat masih sadar pentingnya mengenakan masker serta bercuci tangan ataupun membawa hand sanitizer. “Walaupun kumpul keluarga besar, tapi tetap kita pakai masker selalu, bawa hand sanitizer, cuci tangan, dan nggak lama-lama ikut kumpulnya,” kata Abdul (36), warga Ciputat saat berkunjung ke rumah kerabat merayakan hari raya.

Memang keluarga besar Abdul tinggal di wilayah yang sama. Tak butuh waktu yang lama bagi mereka untuk berkumpul bersama keluarga besar. Sehingga meskipun pandemi masih belum berakhir, mereka pun tetap memutuskan untuk menjalin silaturahim secara langsung. Hanya batas waktu bertemunya saja yang lebih dipersingkat.

Menurut Abdul, saat bersilaturahim dan berkumpul bersama keluarga besar pada tahun-tahun sebelumnya dilakukan dari pagi hingga sore hari. Namun, di masa pandemi ini mereka memutuskan untuk berkumpul dalam beberapa jam saja.

“Jadi makna lebaran benar-benar tidak hilang. Tetap bersilaturahim, salam-salaman tapi habis itu langsung cuci tangan, kumpul sebentar saja, langsung pulang lagi,” jelas dia.

Sementara itu, Anantea Resiwi (32) mengaku perayaan lebaran kali ini justru lebih berkesan daripada tahun-tahun sebelumnya. Meskipun merayakan lebaran di tengah pandemi, namun baginya lebaran kali ini justru lebih mengesankan.

Seperti masyarakat lainnya, keluarga Anantea melaksanakan ibadah shalat id di masing-masing rumah bersama keluarga inti. Namun menurutnya pelaksanaan shalat id pada tahun ini justru lebih intim dirayakan bersama keluarga.

“Lebaran kali ini terasa lebih hangat, nggak keburu-buru buat siap-siap syawalan ke sana ke mari, nggak ribet dengan ritual nyiapin kebutuhan anak-anak sebelum shalat. Benar-benar bisa fokus dengan keluarga,” kata Anantea.

Bahkan keluarganya juga tak menyiapkan baju baru untuk berlebaran. Sehingga ia benar-benar fokus untuk merayakan Idul Fitri dengan berkumpul bersama keluarga inti saja. Berbeda dengan Anantea yang bisa berkumpul bersama keluarga, Ika Dewi Anggraeni (33) terpaksa harus merayakan lebaran di kota rantauan.

Ia bersama sejumlah teman kosnya tak bisa mudik ke kampung halaman. Namun menurut Ika, perayaan lebaran kali ini tetap mengesankan meskipun dirayakan tanpa keluarganya. Ia menceritakan, menyiapkan lebaran di kota rantau jauh dari keluarga justru lebih santai daripada di kampung halaman.

Nggak secapek seperti tahun-tahun biasanya. Lebih santai. Nggak pakai keliling silaturahim, nggak usah capek packing hampers buat dibagiin ke saudara-saudara yang dikunjungi, nggak sibuk di dapur dari sebelum lebaran,” ceritanya.

Meskipun berlebaran di tengah keterbatasan, namun Ika merasa sangat menikmati momentum perayaan Idul Fitri kali ini. Baginya, berlebaran kali ini cukup dengan mengenakan pakaian yang terbaik yang dimilikinya dan bersilaturahim dengan keluarga besar melalui video conference.

Kendati demikian, ia sempat menyaksikan beberapa temannya yang menangis menahan rindu bertemu keluarga saat malam takbiran. Suasana malam itupun penuh haru sehingga menambah kedekatan dan rasa kekeluargaan di antara temen-teman kos yang senasib.

“Satu persatu ditenangin dan dihibur biar nggak tambah mewek. Malem hari sebelum lebaran bisa istirahat lebih cepat tanpa mikir pakaian apa yang harus dikenakan besok. Tanpa keluarga, lebaran tetap asyik karena bareng ‘keluarga’ lain,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement