Oleh Bayu Adji P
REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Covid-19 tak hanya membuat banyak toko yang tutup. Rumah makan pun terdampak dengan penyebaran virus corona yang hingga hari ini belum juga ditemukan vaksinnya.
Di Tasikmalaya misalnya, sebuah rumah makan es sirop bojong, es campur khas Tasikmalaya, yang biasanya selalu ramai, menjadi sepi akibat pandemi Covid-19. Republika.co.id mencoba berkunjung ke kedai Es Sirup Bojong Ibu Momoh di Jalan Ampera Barat, Panglayungan, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, dua hari sebelum Lebaran atau Jumat (22/5).
Plang pintu di kedai itu menunjukkan tempat itu beroperasi. Namun, tak banyak aktivitas di kedai itu. Beberapa pengunjung hanya memesan, menunggu, dan mengambil, pesanan mereka. Setelah itu, pengunjung pergi meninggalkan kedai tersebut.
Pemilik kedai Es Sirop Bojong Ibu Momoh, Yuli Lili Rosidin, mengatakan, pengunjung yang datang pada momen Ramadhan kali ini memang cenderung lebih sepi dari sebelumnya. Padahal, setiap Ramadhan tempat itu selalu ramai dikunjungi banyak orang.
"Biasanya ramai, apalagi kalau mau Lebaran," kata dia kepada Republika.co.id.
Namun, sejak terjadi pandemi Covid-19, pengunjung yang datang ke tempat itu mulai berkurang. Lama-lama, alih-alih kembali normal, pengunjung yang datang justru semakin berkurang.
Biasanya, menurut dia, saat momen Ramadhan atau Idul Fitri, kedai miliknya bisa menjual hingga 150 gelas es sirop bojong per harinya. Namun, kali ini es yang laku terjual tak menentu. Kadang bisa mencapai 100, tapi lebih sering di bawah angka itu.
Yuli memperkirakan, sejak ada pandemi Covid-19 penghasilannya menurun hingga 80 persen. Apalagi pada masa-masa menjelang Lebaran seperti saat ini, pengunjung yang harusnya memuncak menjadi sepi.
"Soalnya kalau puasa atau Lebaran, banyak yang beli dari luar (daerah). Kalau sekarang kan banyak yang tak bisa mudik," kata perempuan berusia 40 tahun itu.
Selama Ramadhan, kedai Es Sirop Bojong Ibu Momoh memang sengaja tak melayani pengujung yang ingin makan di kedai. Kedai itu hanya beroperasi hingga Magrib tiba. Sementara pengujung yang mau membeli harus membawanya ke rumah masing-masing untuk berbuka puasa.
Kendati begitu, kedai itu biasa buka pada hari pertama Lebaran. Sebab, menurut dia, banyak pengujung yang datang bersama keluarganya untuk menikmati kesegaran es bojong pada momen Lebaran.
"Paling nikmat itu minun es bojong setelah makan siomay," kata Yuli.
Namun, ia ragu momen Lebaran kali ini akan ramai seperti biasanya. Sebab, saat ini banyak warga dari kota besar yang tak mudik ke kampung halamannya, salah satunya ke Tasikmalaya.
Usaha turun-temurun
Yuli merupakan generasi kedua keluarga pejual es sirop bojong Ibu Momoh. Usaha yang berdiri sejak 1972 itu dirintis oleh orang tuanya. Es bojong diklaim dibuat oleh Ibu Momoh, yang merupakan ibunda Yuli.
Nama Ibu Momoh di Tasikmalaya memang sudah tidak asing lagi. Ia dikenal sebagai pelopor es sirop bojong.
Dari tampilannya, es sirop bojong tak berbeda dengan es buah atau es campur. Di dalamnya terdapat aneka buah-buahan, mulai dari alpukat, kelapa, cingcau, tape, nangka, hingga durian. Hanya saja, es sirop bojong ditambah dengan santan, yang membuat es itu berbeda dengan es buah lainnya.
"Dulunya namanya (es) kombinasi. Karena asal dari bojong, dinamain es bojong," kata Yuli.
Bojong merupakan nama daerah di Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya. Berdasarkan penelusuran Republika, dahulu penjual es yang berasal dari Kampung Bojong berjualan dengan cara berkeliling dari kampung ke kampung. Karena itu, nama es bojong terkenal hampir di seluruh Tasikmalaya.
Saat ini, banyak kedai es bojong yang bisa ditemui di Kota Tasikmalaya. Namun, yang paling populer adalah kedai Es Sirop Bojong Ibu Momoh di Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya.
Kedai Es Sirop Bojong Ibu Momoh tak hanya menjual es, melainkan juga aneka makanan siomay, bakso tahu, kentang, dan telur. Harganya relatif terjangkau, Rp 15-16 ribu satu porsinya. Sementara harga es bojong berkisar Rp 13-20 ribu.