Rabu 20 May 2020 16:27 WIB

Penjelasan Kemenlu ABK Indonesia Jenazahnya Dilarung ke Laut

Jenazah ABK Indonesia di kapal berbendera China dilarung di perairan Somalia.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Judha Nugraha.
Foto: Antara
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Judha Nugraha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menjelaskan kronologi kasus anak buah kapal (ABK) Indonesia yang meninggal dunia kemudian dilarung di perairan Somalia. Kasus itu mengemuka setelah video yang memperlihatkan peristiwa pelarungan jenazah ABK bernama Herdianto tersebut, beredar di media sosial (medsos) dan kemudian ditelusuri oleh Kemenlu bersama kementerian/lembaga terkait.

Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Judha Nugraha, ABK kapal Lu Qing Yuan Yu 623 itu meninggal dunia pada 16 Januari 2020, dan kemudian jenazahnya dilarung di perairan Somalia pada 23 Januari 2020. “Pada saat dicoba dibangunkan oleh sesama ABK WNI, almarhum diketahui sudah meninggal dunia. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai penyebab kematian,” kata Judha dalam konferensi pers secara daring dari Jakarta, Rabu (20/5).

Herdianto diduga adalah korban perbudakan dan penganiayaan di kapal berbendera China tersebut. Dalam unggahan video yang beredar di Facebook, dijelaskan meskipun sakit dia tetap dipaksa bekerja hingga kakinya lumpuh, sampai akhirnya meninggal dunia.

Guna merespons kasus ini, Kemlu segera berkoordinasi dengan KBRI Nairobi, yang wilayah akreditasinya meliputi Somalia, untuk meminta informasi dari otoritas setempat mengenai pelarungan jenazah ABK. “Sampai saat ini tidak ada informasi mengenai peristiwa tersebut. Jadi peristiwa tersebut tidak diketahui oleh otoritas Somalia,” kata Judha.

Kemenlu melalui KBRI Beijing juga telah mengirim nota diplomatik kepada Kemenlu China untuk meminta penyelidikan lebih lanjut mengenai peristiwa kematian Herdianto, termasuk peristiwa pelarungan, penyebab pelarungan, dan meminta agar ada penyelidikan mengenai kondisi ABK lain di atas kapal.

Selanjutnya, Kemenlu telah mengadakan pertemuan dengan kementerian/lembaga terkait dan mengundang ahli waris keluarga serta perwakilan PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) yang merupakan agen yang mengurus penempatan kerja almarhum di luar negeri.

Dalam pertemuan itu, PT MTB menyatakan telah membuat surat keterangan kematian pada 23 januari 2020 dan ditembuskan kepada pihak-pihak terkait seperti Kemlu, Kemenaker, dan BNP2TKI. “Kami sudah melakukan pengecekan ternyata surat tersebut tidak pernah dikirimkan,” kata Judha.

Tidak berizin

Dalam proses penelusuran kasus, Kemenlu mendapati, PT MTB yang berlokasi di Tegal, Jawa Tengah, tidak memiliki izin untuk menempatkan awak kapal Indonesia di luar negeri. Sehingga kasus terebut kini ditangani oleh Bareskrim Polri bekerja sama dengan Polda Jateng.

Namun, Judha menegaskan bahwa Kemenlu dan kementerian/lembaga terkait akan terus berupaya memperjuangkan pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan almarhum Herdianto. “Berdasarkan informasi yang kami dapat dari PT, hak gaji sudah dibayarkan, santunan sebagian sudah dibayarkan, asuransi sedang dalam proses administrasi. Tetapi kami akan mencocokkan informasi dengan ahli waris mengenai penerimaan hak-hak tersebut,” tutur Judha.

Kasus kematian Herdianto muncul tidak lama setelah dugaan penganiayaan dan perbudakan juga dialami 46 ABK WNI yang bekerja di empat kapal berbendera China. Kasus yang termasuk pelarungan tiga jenazah ABK serta satu ABK yang meninggal karena sakit setelah dirawat di Busan, kini tengah ditangani oleh Bareskrim Polri bekerja sama dengan otoritas China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement