Jumat 15 May 2020 21:37 WIB

KPK Minta Pemerintah Tinjau Ulang Kenaikan BPJS Kesehatan

Menaikkan angsuran BPJS Kesehatan tak perlu dilakukan jika rekomendasi KPK dijalankan

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
 Nurul Ghufron
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nurul Ghufron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau ulang keputusan menaikkan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. KPK menilai, langkah pemerintah menaikkan angsuran jaminan sosial masyarakat tersebut, bukan jawaban dari persoalan keuangan di lembaga penjamin kesehatan itu.

Komisioner KPK Nurul Ghufron mengatakan, KPK pernah mengkaji persoalan BPJS Kesehatan tahun lalu. Akar masalahnya, menurut KPK bukan pada besaran nilai angsuran. Melainkan lantaran tata kelola, dan manajemen yang buruk di BPJS Kesehatan.

“Akar masalah yang kami (KPK) temukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien, dan tidak tepat yang mengakibatkan terjadinya defisit BPJS Kesehatan,” kata Ghufron, Jumat (15/5).

Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan itu baru mengatur tentang kenaikan angsuran BPJS Kesehatan di semua kelas. Padahal persoalan serupa pernah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), pada Februari 2020 saat Presiden Jokowi menerbitkan Perpres 75/2019 tentang aturan serupa.

Ghufron menyampaikan, KPK, dalam kajiannya, juga menyampaikan rekomondasi perbaikan. Naman kata Ghufron, saran kepada pemerintah itu, belum dijalankan.

Beberapa rekomendasi yang diajukan, berupa perbaikan tata kelola keuangan BPJS Kesehatan. Terutama tugas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dalam melakukan penertiban kelas rumah sakit, dan implementasi kebijakan urun biaya peserta mandiri.

Rekomendasi lainnya, menerapkan kebijakan pembatasan manfaat dalam klaim atas penyakit katastropik, dan akselerasi kebijakan kordinasi keuntungan (coordination of benefit) dengan asuransi swasta. Terkait tunggakan iuran dari peserta mandiri, KPK juga merekomendasikan agar pemerintahkan mengaitkan kewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dengan pelayanan publik.

Menurut Ghrufron, selama rekomendasi KPK itu dijalankan, upaya menaikkan angsuran tak efektif. “Akar masalah defisit BPJS Kesehatan disebab karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan,” kata Ghufron.

Sehingga, kata dia, menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa ada perbaikan pengelolaan iuran masyarakat itu, bukan jalan keluar. “Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tanpa ada perbaikan tata kelola tidak akan menyelesaikan masalah,” sambung Ghufron.

Kata Ghufron, menaikkan angsuran BPJS Kesehatan tak perlu dilakukan jika rekomendasi KPK dijalankan oleh pemerintah. Menaikkan iuran BPJS Kesehatan, sebelum adanya perbaikan pengelolaan, menyimpang dari tujuan Undang-undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Dalam beleid tersebut, jaminan sosial, merupakan bentuk perlindungan sosial negara, untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar masyarakat tentang kesehatan yang layak.

Sehingga, mengacu UU tersebut, kata Ghufron keikutsertaan dan perlindungan bagi masyrakat merupakan indikator berhasilnya perlindungan sosial tersebut. Menurut Ghufron, menaikkan iuran BPJS Kesehatan di masa penurunan ekonomi rakyat saat ini, dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan masyarakat dalam BPJS Kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement