Rabu 13 May 2020 15:44 WIB

Dedi Mulyadi: Penanganan Covid-19 Berbasis Kearifan Lokal

Dedi Mulyadi menyatakan PSBB hanya cocok diterapkan di perkotaan.

Warga mengayuh sepeda saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Tuparev, Karawang, Jawa Barat, Rabu (6/5/2020). Pemerintah telah resmi memberlakukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Karawang pada tanggal 6 Mei 2020 selama 14 hari sebagai upaya percepatan penanganan COVID-19.
Foto: ANTARA /M Ibnu Chazar
Warga mengayuh sepeda saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kawasan Tuparev, Karawang, Jawa Barat, Rabu (6/5/2020). Pemerintah telah resmi memberlakukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Karawang pada tanggal 6 Mei 2020 selama 14 hari sebagai upaya percepatan penanganan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Anggota DPR, Dedi Mulyadi, menyampaikan, penanganan wabah corona bisa dilakukan dengan berbasis kearifan lokal. Karena itu, penanganan tidak harus dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Penanganan Covid-19 di setiap daerah tidak harus sama karena kultur daerah yang satu dengan lainnya berbeda," ujarnya melalui sambungan telepon dari Karawang, Jawa Barat, Rabu (13/5).

Baca Juga

Ia setuju dengan pernyataan Kepala BNPB Doni Munardo yang menyebutkan penanganan wabah corona diserahkan ke kebijakan daerah masing-masing. Jadi, penanganan corona bisa dilakukan dengan berbasis kearifan lokal.

Dia mencontohkan kultur antara kota dan daerah yang mayoritas perdesaan itu berbeda dan gaya kepemimpinannya juga berbeda. Menurut dia, Gubernur DKI Anies Baswedan bisa secara total menggerakkan seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan disekitarnya karena kultur alamnya homogen.

Di DKI Jakarta semua perangkat, dari mulai wali kota hingga lurah, merupakan bawahan gubernur atau di bawah komandonya. Karena itulah, seorang gubernur mampu menggerakkan mereka untuk sama-sama menjalankan kebijakan yang sama.

Sementara itu, di daerah, wali kota dan bupati merupakan kepemimpinan otonom karena mereka dipilih langsung oleh rakyatnya masing-masing sehingga mereka memiliki cara tersendiri dalam penanganan corona. Dedi mengatakan, cara penanganan corona tidak mesti harus dengan penerapan PSBB karena dengan PSBB banyak yang harus dikorbankan. Selain itu, cara tersebut dinilai tidak efektif. 

"PSBB cocok diterapkan di perkotaan," ucap Dedi.

photo
Petugas Dishub memberikan sosialisasi surat edaran Wali Kota Depok yang mewajibkan pengguna KRL menunjukkan surat tugas kerja di Stasiun Depok Baru, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/5/2020). Lima Kepala Daerah di Bogor, Depok, Bekasi (Bodebek) memperketat aturan pergerakan masyarakat pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan mewajibkan pengguna transportasi kereta commuter line (KRL) menunjukkan surat tugas kerja - (ANTARA/ASPRILLA DWI ADHA)

Meski PSBB diterapkan, pasar di kota tetap harus beroperasi karena merupakan tempat penjualan produk dari daerah. Di area pasar pun harus diterapkan protokol WHO, yakni social distancing, physical distancing, memakai masker, dan lain-lain.

Selanjutnya di daerah, PSBB sebenarnya fokus pada seleksi ketat terhadap pendatang dari luar kota. Masyarakat di daerah harus dibentengi, tetapi regulasi ekonomi tetap jalan.

"Pendekatan kultur berbasis RT dan RW jadi standardisasi utama dalam menangani corona sehingga rapid test dan swab test harus dilakukan secara massif. Alat tesnya harus ada di kecamatan sehingga setiap hari orang di kampung diperiksa, sedangkan orang dari luar dikunci dan jika ada diisolasi," katanya.

Mantan bupati Purwakarta ini menyampaikan, dengan pendekatan kultur berbasis RT dan RW, balai desa, dan balai RW, gedung sekolah dan lainnya bisa menjadi tempat isolasi terhadap orang luar yang masuk ke daerah. "Saya itu ketemu setiap orang dari sopir angkot dan pedagang. Ekonomi mereka anjlok, sampai ada yang jadi pemulung. Kondisi itu karena salah kelola dan persepsi dalam penerapan PSBB," tutur Dedi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement