Rabu 13 May 2020 15:41 WIB

Komunitas Pasien Cuci Darah Gugat Kenaikan Iuran BPJS

KPCDI menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan memberatkan masyarakat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi.
Foto: BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan Kantor Cabang Bekasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) melihat sikap pemerintah yang kembali menaikkan iuran BPJS lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 sebagai upaya mengakali keputusan Mahkamah Agung (MA). Mereka berencana untuk mengajukan permohonan uji materi terkait peraturan tersebut ke MA, seperti yang sebelumnya telah dilakukan terhadap peraturan serupa.

"Walau ada perubahan jumlah angka kenaikan, tapi dirasa masih memberatkan masyarakat, apalagi masih dalam situasi krisis wabah virus corona. KPCDI melihat hal itu sebagai bentuk pemerintah mengakali keputusan MA tersebut," ujar Sekretaris Jenderal KPCDI, Petrus Hariyanto, saat dikonfirmasi, Rabu (13/5).

Baca Juga

Petrus menyampaikan, KPCDI menyatakan semestinya iuran BPJS tidak naik, terutama bagi kategori kelas III. Untuk itu, KPCDI berencana kembali mengajukan uji materi ke MA atas perpres tersebut. Saat ini langkah tersebut tengah didiskusikan dengan tim pengacara mereka.

"KPCDI berencana mengajukan uji materi ke MA kembali atas perpres tersebut. Saat ini sedang berdiskusi dengan tim pengacara dan menyusun uji materi tersebut," katanya.

Di samping itu, MA telah meyatakan tidak akan mencampuri penerbitan perpres yang kembali menaikkan iuran BPJS oleh pemerintah. MA baru akan turun tangan jika ada pihak yang keberatan dan mengajukan uji materi terhadap perpres tersebut.

"MA tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Republika melalui pesan singkat, Rabu (13/5).

Andi menyampaikan, MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materi terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah undang-undang (UU). Pengujian itu pun dilakukan jika ada pihak yang berkeberatan dan bertindak sebagai pemohon yang mengajukan permohonan uji materi ke MA.

"MA hanya berwenang untuk mengadili perkara permohonan hak uji materil terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah UU," ujar Andi.

Dia juga mengatakan, jika benar Presiden Joko Widodo telah menerbitkan perpres baru yang menaikkan lagi iuran BPJS, tentu hal itu sudah dipertimbangkan dengan saksama. Atas dasar itu pula mengapa MA tidak akan mencampuri keputusan pemerintah tersebut.

Sebelumnya, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu. Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021.

Ketentuan itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dikutip dari dokumen perpres yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara, pasal 34 beleid tersebut menyebutkan perincian iuran yang akan berlaku.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta.

Sementara itu, iuran kelas III baru naik pada 2021 mendatang. Untuk 2020, iuran kelas III ditetapkan Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Baru pada 2021, tarifnya naik menjadi Rp 35 ribu per orang per bulan.

Beleid itu juga mengatur besaran iuran BPJS Kesehatan untuk periode Januari, Februari, dan Maret 2020. Perincian tarifnya, kelas I Rp 160 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 110 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 42 ribu per orang per bulan.

Sementara itu, iuran untuk April, Mei, dan Juni 2020 perinciannya kelas I Rp 80 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 51 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 25.500 per orang per bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement