REPUBLIKA.CO.ID, PD Pasar Jaya diprediksi tidak akan mampu menyiapkan bantuan sosial (bansos) berupa sembako senilai Rp149.500 untuk dua juta kepala keluarga (KK) selama pandemi Covid-19. Ada beberapa kendala yang harus segera dievaluasi.
"Soal sembako ini, Pasar Jaya keteteran dalam menyiapkannya. Sehingga kualitas barang yang dibagikan itu juga tidak memenuhi standar, hanya seadanya," kata pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah di Jakarta, Selasa (5/5).
Kalau penerima bantuannya ditambah sampai dua juta KK, Pasar Jaya tidak akan mampu memenuhinya. Menurut dia, ada keterbatasan infrastruktur, logistik dan sumber daya.
"Seperti pak gubernur katakan, akan ada daging dan ayam, ternyata hanya sarden. Jadi, ini harus dievaluasi sesegera mungkin," katanya.
Menurut dia, selain persoalan data, pemberian bansos dalam bentuk sembako ini juga rawan penyimpangan dengan diselewengkan oleh oknum RT/RW dan diutamakan untuk keluarga dekatnya. Karena itu, dia mengusulkan agar bansos diberikan dalam bentuk tunai saja.
"Usul saya, bansos itu diberikan secara tunai saja. By name by address. Kalau pendatang yang tidak memiliki KTP Jakarta, diberikan dengan pola khusus," tuturnya.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono juga menyebut ada beberapa kelemahan dalam penyaluran sembako tersebut, sehingga menyebabkan bantuan sosial itu tidak dapat dilaksanakan tepat waktu. Dia mencontohkan, bantuan sosial tahap I yang direncanakan selesai pada 18 April 2020 terpaksa dimundurkan sampai dengan tanggal 24 April 2020.
"Ada beberapa kendala dalam penyaluran bantuan sosial tersebut. Penyedia bahan kebutuhan, yakni Perumda Pasar Jaya dan mitra terkait (Transmart, Lottemart dan Hypermart) kesulitan untuk menyediakan paket kebutuhan karena adanya kendala supply barang dan hambatan teknis lainnya," katanya.
Selain itu, ada juga kendala dalam pengiriman paket ke penerima bansos. Misalnya, karena pengiriman paket terlambat datang sehingga pihak RW minta agar paket tersebut dikirim keesokan harinya.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta mengevaluasi kembali pelaksanaan bansos warga terdampak Covid-19.
"Dan mempertimbangkan untuk memberikan bantuan langsung kepada keluarga terdampak dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (cash transfer)," katanya.
Pada Jumat pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengklaim 98,4 persen bansos sebagai jaring pengaman bagi masyarakat terdampak penerapan PSBB. Namun, Anies mengakui, penyaluran bansos di DKI Jakarta tidak sempurna.
"Kami bersyukur 98,4 persen (bansos) terdistribusi dengan baik, tapi biasanya yang 98,4 persen tidak jadi berita," kata Anies di Balai Kota Jakarta melalui siaran langsung di kanal Youtube Pemprov DKI Jakarta, Jumat malam.
Berdasarkan catatannya, total ada 1,6 persen bansos yang terdistribusi ke orang yang tidak berhak menerima. Tapi bantuan itu lalu dikembalikan, dengan catatan ada yang salah alamat, ada yang orang mampu dan ada yang sudah meninggal dunia.
"Semua itu akan jadi bahan untuk koreksi dalam pendistribusian berikutnya," kata Anies.
Anies mengapresiasi keberhasilan aparat wilayah dibantu TNI dan Polri mendistribusikan 98,4 persen bansos dengan baik dalam waktu cukup singkat kepada keluarga yang tepat. Langkah tersebut tidaklah mudah.
Sedangkan, 1,6 persen bansos yang tidak terdistribusi dengan baik, menjadi bahan koreksi untuk penyaluran bansos berikutnya yang kemungkinan akan didistribusikan menjelang Idul Fitri 1441 Hijriyah. Pemprov DKI akan memberikan bingkisan bansos menjelang Idul Fitri yang proses eksekusinya dilakukan seminggu atau 10 hari sebelum Lebaran.
"Bansos ini ditujukan untuk menjangkau masyarakat lebih banyak dari yang pertama. Yang pertama kemarin kita sudah menjangkau 1,2 juta keluarga. Alhamdulillah sudah terdistribusi dengan baik," kata Anies.