Senin 04 May 2020 14:36 WIB

Ancaman Corona dari Penumpang KRL yang Positif tanpa Gejala

Tiga penumpang KRL Jakarta-Bogor dipastikan positif virus corona.

Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub, dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line
Foto: ANTARA/ARIF FIRMANSYAH
Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (27/4/2020). PT KCI bersama Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Dishub, dan Labkesda Provinsi Jawa Barat serta Dinkes Kota Bogor melakukan tes swab untuk 350 warga yang terdiri dari petugas PT KCI dan penumpang KRL Commuter Line yang dilakukan secara massal dan random dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di moda transportasi KRL Commuter Line

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nugroho Habibi, Puti Almas, Antara

Tiga kasus positif Covid-19 di Bogor menyentak pengguna kereta rel listrik (KRL). Pasalnya ketiganya merupakan kasus positif orang tanpa gejala (OTG) yang merupakan penumpang KRL lintas Bogor-Jakarta.

Baca Juga

Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pun mendesak Kementerian Perhubungan (Kemhub) agar mengevaluasi operasional kereta rel listrik (KRL) commuter line. Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menegaskan, akan lebih memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kedua di Kota Bogor.

Kemarin, Bima mengatakan akan lebih ketat mengawal PSBB dan meminta Kementerian Perhubungan mengevaluasi kebijakan operasional kereta api. PSBB pertama di Kota Bogor dilakukan pada 15 April hingga 28 April 2020. Pemkot Bogor telah memperpanjang PSBB kedua sejak 29 April sampai 12 Mei 2020.

Berdasarkan analisis persebaran Covid-19 selama PSBB pertama, pasar dan stasiun menjadi lolasi yang rawan persebaran Covid-19. Sebab, masih banyak masyarakat yang tetap berinteraksi di lokasi itu. Apalagi, penularan terjadi lantaran orang tersebut tak memiliki gejala Covid-19 atau berstatus OTG.

"Transportasi publik dan kerumunan jadi pusat penyebaran virus dari orang tanpa gejala," ujar dia.

PT Kereta Commuter Jabodetabek menanggapi adanya tiga pengguna kereta rel listrik (KRL) yang positif Covid-19 setelah dites swab PCR oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Vice President Corporate Communications PT KCI Anne Purba dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/5) menyebutkan dari sampel 325 orang pengguna KRL pada Senin pagi tersebut, hasilnya sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat. Yaitu ditemukan tiga orang atau kurang dari satu persen dari pengguna yang dites hasilnya positif.

“Meski persentasenya sangat rendah, kami tetap berupaya meningkatkan berbagai upaya pencegahan terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan prokotol pencegahan Covid-19 di transportasi publik, jaga jarak fisik, dan mengendalikan kepadatan pengguna di KRL,” katanya.

Dia menambahkan indikasinya ketiga pengguna tersebut merupakan orang tanpa gejala (OTG). Mereka sebelumnya tidak pernah mengetahui bahwa mereka positif Covid-19.

Menurut dia, penyebaran virus ini sendiri dapat terjadi di manapun. Termasuk di lokasi kerja, di pasar-pasar, maupun kemungkinan lokasi lainnya yang didatangi para pengguna.

Namun selama ini pihaknya mengaku tetap melakukan berbagai langkah antisipasi untuk memerangi virus tersebut dengan cek suhu tubuh, wastafel di stasiun dan wajib menggunakan masker dan aturan lainnya.

“Selama ini PT KCI juga telah mengikuti prokotol Pencegahan Covid-19 di transportasi publik, bahkan sejak sebelum berlakunya PSBB,” ujarnya. Anne menjelaskan seluruh pengguna wajib menggunakan masker selama berada di area stasiun dan KRL.

Kedua, PT KCI melaksanakan cek suhu tubuh bagi seluruh pengguna maupun petugas di stasiun. Pada sepuluh stasiun juga telah dipasang thermal scanner yang mampu mendeteksi suhu tubuh ratusan pengguna dalam waktu bersamaan.

Ketiga, PT KCI menyediakan wastafel tambahan yang dipasang pada lokasi-lokasi yang sering dilalui pengguna KRL agar dapat digunakan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum maupun sesudah naik KRL di lebih dari 40 stasiun. Kemudian, PT KCI juga menyediakan hand sanitizer di dalam KRL maupun di stasiun.

Selain itu KCI juga berupaya mengendalikan kepadatan pengguna dan tercapainyajaga jarak fisik melalui, yakni KCI telah melengkapi seluruh kereta dengan marka pada bangku dan tempat duduk untuk mengatur posisi pengguna agar tercipta jarak aman.

Pentingnya mengatur posisi ini juga senantiasa diingatkan kepada pengguna melalui pengumuman di stasiun, di dalam kereta, hingga melalui petugas pengawalan kereta yang berpatroli.

Edukasi dibuat dalam bentuk marka dan pengumuman-pengumuman juga merupakan upaya agar pengguna tidak harus selalu bertatap muka dengan petugas sejalan dengan prinsip jaga jarak fisik.

Dikutip dari laman BBC, Inggris telah membuat pedoman dari National Health Service (NHS) atau layanan kesehatan masyarakat Inggris  mengenai risiko virus corona di transportasi publik. Bahaya bisa datang dari kontak dekat, dengan jarak dua meter dari orang yang terinfeksi selama lebih dari 15 menit. Jadi, berbicara mengenai potensi risiko infeksi pada kereta api dan bus tergantung pada seberapa ramai penumang dalam sarana transportasi ini.

Lara Gosce, dokter di Institute of Global Health, mengatakan dalam penelitian yang diterbitkan pada 2018 orang-orang yang menggunakan kereta api secara rutin lebih mungkin untuk menderita gejala seperti flu. Terlebih, jika perjalanan memiliki jalur yang berbeda, di mana penumpang harus melakukan transit beberapa kali dalam mencapai tujuan mereka.

“Ini memiliki potensi penyakit mirip influenza yang lebih tinggi, dibandingkan kereta yang melayani penumpang  mencapai tujuan mereka dengan satu perjalanan langsung,” ujar Gosce.

Jika bepergian dengan kereta atau bus yang relatif kosong, risiko akan berbeda. Seberapa baik ventilasi kendaraan dan berapa lama penumpang menghabiskan waktu di dalamnya juga akan memainkan peran. Pembersihan dalam sarana transportasi itu pun akan menjadi faktor.

Gosce lebih lanjut mengatakan membatasi jumlah kontak dekat dengan individu dan objek yang berpotensi terinfeksi adalah penting. Ia menyarankan untuk menghindari jam sibuk saat melakukan perjalanan dan sebaiknya penumpang memilih rute yang hanya melibatkan satu alat transportasi.

David Nabarro, penasihat khusus virus corona untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa meski transportasi umum menjadi salah satu yang penting untuk dilihat. Namun bukti menunjukkan bahwa jenis kontak sekilas yang dimiliki orang-orang saat pergi menggunakan kendaraan ini bukan menjadi sumber penularan terpenting.

photo
Aturan transportasi di Jabar - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement