REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Nasional Dr Sigit Rochadi mengatakan larangan mudik dan tekanan sosial ekonomi, terutama bagi para perantau, dapat berpotensi memicu tindakan kriminal baru di Ibu Kota Jakarta. "Ini tentu menimbulkan persoalan baru, karena ini potensial untuk tindak kriminal," katanya melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa (28/4).
Ia mengatakan kebijakan Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB) sendiri telah meningkatkan banyak pengangguran sehingga masyarakat yang terkena dampak tidak lagi memiliki penghasilan. Ditambah lagi, katanya, dengan larangan mudik yang mengharuskan mereka untuk tetap tinggal di Ibu Kota tanpa pemasukan yang memadai untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Mereka yang terkena dampak wabah COVID-19, kata dia, tidak hanya memerlukan makanan, tetapi juga tempat tinggal dan sarana prasarana lainnya guna memenuhi kebutuhan layaknya manusia yang hidup secara normal. "Nah, saat initidak dipenuhi oleh pemerintah. Pemerintah kesulitan untuk memenuhinya," katanya.
Situasi tersebut, katanya, tentu akan menimbulkan persoalan sosial baru yang berpotensi mendorong tindakan kriminal oleh orang-orang yang terkena dampak. "Jadi (jika) ada kesempatan pasti mereka dapat melakukan satu kejahatan," katanya.
Karena itu, di tengah situasi yang menyulitkan masyarakat, khususnya perantau yang tidak lagi memiliki tempat tinggal dan pemasukan, pemerintah tidak memiliki pilihan lain selain berupaya menyediakan kebutuhan hidup dan tempat tinggal yang memadai bagi mereka yang terusir dari kontrakan karena tidak dapat membayar sewa, tetapi tidak bisa pulang. "Jangan sampai persoalan ini menjadi lebih parah lagi (jika tidak segera diatasi)," katanya.