REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sedang membentuk Satgas case building dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Satgas ini dibentuk untuk memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi.
"Saat ini kami memang sedang membentuk satgas case building dan TPPU. Itu semua agar tujuan utama penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada Republika.co.id, Ahad (19/4).
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, upaya pemulihan kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan pada 2019. Sebab, perbedaan cukup signifikan mewarnai antara kerugian negara yang timbul akibat praktik korupsi dengan jumlah uang pengganti.
“Pantauan ICW pada 2019 negara telah dirugikan sebesar Rp 12.002.548.977.762, sedangkan total uang pengganti hanya Rp 748.163.509.055,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Jakarta, Ahad (19/4).
Praktis kurang dari 10 persen keuangan negara yang hanya mampu dikembalikan melalui putusan di berbagai tingkat Pengadilan. Padahal, kombinasi efektif untuk memberikan efek jera maksimal bagi pelaku korupsi adalah pemidanaan penjara maksimal disertai dengan pengembalian aset kejahatan.
Efek jera akan semakin tampak bila penegak hukum dan Hakim menggunakan regulasi anti pencucian uang. Karena, bagian ini akan khusus menganalisa sudah sejauh mana lembaga Pengadilan menggunakan instrumen hukum yang berorientasi pada pemulihan kerugian keuangan negara.
“Begitu pula ketika membahas tentang implementasi regulasi anti pencucian uang, setidaknya data ICW mencatat hanya 8 terdakwa yang dikenakan UU No 8 Tahun 2010 tersebut, “ ungkap Kurnia.