Senin 20 Apr 2020 01:29 WIB

Pimpinan KPK Susun Pedoman Penuntutan

KPK dinilai memiliki kinerja penuntutan yang tidak memuaskan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua KPK periode 2019-2023 Nurul Ghufron menyebut KPK sedang menyusun pedoman penuntutan.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Wakil Ketua KPK periode 2019-2023 Nurul Ghufron menyebut KPK sedang menyusun pedoman penuntutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan saat ini KPK sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan kepada para terdakwa yang diajukan KPK dalam berbagai kasus korupsi. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja penegak hukum baik Kejaksaan ataupun KPK belum memuaskan dalam melakukan hal penuntutan lantaran rata-rata tuntutan sepanjang tahun 2019 hanya 3 tahun 7 bulan penjara.

“Dari awal kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan tersebut,” ungkap Ghufron kepada Republika, Ahad (19/4).

Baca Juga

Selain itu, lanjut Ghufron,  saat ini KPK juga sedang membentuk satgas case building dan TPPU. “Itu semua agar tujuan utama penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya dan akuntabel dalam penggunaan anggaran negara dalam capaian pengembalian kerugian negara,” tegas Ghufron.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mendorong penegak hukum, baik Kejaksaan atau KPK, agar memanfaatkan dengan baik pedoman penuntutan saat menangani terdakwa korupsi. Apalagi saat ini pedoman penuntutan masuk sebagai salah satu poin yang akan diperbarui melalui program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

“Ini dilakukan agar di masa mendatang penuntutan yang dilakukan penegak hukum bisa benar-benar berorientasi pada penjeraan pelaku korupsi,” tegas Kurnia.

Sepanjang tahun 2019 ICW mencatat setidaknya terdapat 1.019 perkara tindak pidana korupsi yang disidangkan di berbagai tingkatan Pengadilan. Dari keseluruhan perkara itu ditemukan 1.125 orang sebagai terdakwa. Temuan ini tidak terlalu berbeda dengan tahun sebelumnya yang mana total perkaranya sebanyak 1.053 dengan terdakwa sejumlah 1.162 orang.

Temuan tersebut, kata Kurnia, terbagi dalam tiga ranah pengadilan. Yakni, 941 perkara disidangkan di Pengadilan tingkat pertama, sedangkan 56 perkara tingkat banding, dan 22 perkara lainnya pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

Atas temuan tersebut,  ICW merekomendasikan Ketua MA untuk menyoroti secara khusus tren vonis yang masih ringan terhadap pelaku korupsi. Langkah untuk menyusun pedoman pemidaan amat mendesak untuk segera direalisasikan.

"Agar ke depan setiap hakim memiliki standar tertentu saat memutus perkara korupsi,” ujar Kurnia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement