Jumat 17 Apr 2020 11:09 WIB

Pedagang Keliling, Kartu Prakerja dan Kepasrahan

Pemasukan turun drastis saat pandemi Covid-19 merebak.

Pedagang keliling (ilustrasi)
Foto: Republika/Imam Budi Utomo
Pedagang keliling (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wartawan Republika, Ali Mansur

Wabah virus corona atau Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan tapi juga perekonomian, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Termasuk, Ahmad Panjul (34) sudah merasakan pekerjaannya mulai terancam sejak ada orang dinyatakan positif Covid-19. Dirinya harus memutar otak untuk menjaga dapurnya tetap ngebul. Mencari alternatif pendapatan dari sumber lain.

Bekerja sebagai sales produk kartu kredit di salah satu bank swasta di Jakarta, Panjul lebih mengandalkan gaji intensif dibanding gaji pokoknya. Praktisnya pemasukan turun drastis saat pandemi Covid-19 merebak, bahkan jauh sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di Jakarta. 

"Ya awalnya nggak nyangka dampaknya kayak gini. Tidak ada persiapan sama sekali, sekarang mah seberapa pun dapat duitnya kudu diirit-irit, susah pokoknya," ujar perantau asal Indramayu, Jawa Barat itu, saat ditemui Republika.co.id, Kamis (16/4).

Dulu, sebelum wabah Covid-19 meledak, penghasilannya tak pernah kekurangan untuk memenuhi kebutuhan dua anak dan satu istrinya. Termasuk, membayar uang sewa rumah (kontrakan), tagihan listrik, dan seabreg tagihan lainnya.

Kini demi menghidupi keluarga kecilnya, ia harus banting setir berkeliling menjual buah dan sayur. Motor matic pun yang kerap dikendarai untuk menemui kliennya pun disulap menjadi lapak jualan. Tidak banyak buah dan sayur yang dijajakan setiap harinya, pisang, ubi, kolang-kaling, juga kadang mangga pun dibawanya.

"Dapat beli di pasar, jadi nggak banyak, selisihnya (untung) Rp 1.000-1.500 per kilo, kadang kalau lagi ditawar cuma ambil Rp 500 saja. Di jaman krisis begini mah yang penting laku, keluarga nggak kelaparan," kata Panjul.

Modal awalnya pun tak banyak, Panjul hanya mengandalkan sisa gaji bulan Februari. Karena saat itu, tidak banyak nasabah yang ia dapat. Ia mengaku, sebenarnya sejak awal Maret sudah merasakan sangat sulit mencari nasabah, apalagi setelah pemberlakukan work from home (WFH). 

"Sedangkan kita tidak bisa WFH, prosedur dari kantor juga tidak berubah tetap harus tatap muka dengan nasabah. Sebenarnya kantor tidak merumahkan dan tetap mengizinkan kami untuk bekerja, tapi kan nggak ada hasilnya," keluhnya.

Memang, sekarang pemasukannya pun sangat jauh berkurang. Kalau dulu, mencari beberapa nasabah dalam sehari tidak begitu sulit, sekarang untuk menghabiskan dagangannya ia harus berkeliling jauh dari rumah di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Sayangnya, lebih sering tidak habis, meski jualan hingga jelang malam hari.

Selain itu, pria yang pernah bekerja di salah satu supermarket tersohor itu juga harus bertaruh kesehatan dirinya yang berisiko tertular Covid-19. Mengingat Kota Tangerang Selatan merupakan zona merah penyebaran wabah virus dari Wuhan, China itu. Sehingga ia harus ekstra hati-hati melindungi dirinya dan keluarganya dari penularan Covid-19.

"Rasa khawatir sih pasti ada, tapi tidak ada pilihan. Menjaga keluarga dari virus memang penting tapi juga sangat penting memastikan nafkah untuk anak istri. Dijual online tidak segampang cerita di tv, bisa-bisa sepekan baru laku sekilo," kelakar Panjul. 

Di tambah, kini kawasan Tangerang Raya (Tangerang dan Tangerang Selatan) bakal menerapkan PSBB mulai 18 April sampai dengan tanggal 3 Mei 2020 mendatang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2020. Panjul berharap, meski PSBB diberlakukan pedagang kecil seperti dirinya tetap diperbolehkan berdagang keliling. 

"Nggak kebayang sepinya seperti apa pas PSBB, apalagi lagi saya kan baru jualan belum punya pelanggan. Belum kepikiran mau kerja apalagi di tengah krisis. Nggak mungkin stay at home," keluh Panjul.

 

Kartu prakerja dan bansos

Panjul mengaku sangat berharap dengan bantuan pemerintah, terutama kartu prakerja yang dijanjikan pemerintah. Namun, ia sangat menyayangkan karena untuk mendapatkan bantuan tersebut harus melalui tahapan seleksi. 

Padahal pemerintah sendiri telah mengubah kebijakan kartu prakerja untuk mewadahi para karyawan yang terkena PHK atau terdampak Covid-19. Ia pun berharap pemerintah tidak setengah-setengah memberikan bantuan kepada rakyatnya di tengah krisis ini.

"Tapi saya heran, kenapa harus pakai seleksi kalau tujuannya buat bantu korban krisis. Harus cukup dengan syarat saja, misalnya buat yang terdampak saja. Kalau nggak lolos seleksi berarti nggak dapat bantuan dong dari pemerintah," ucap Panjul.

Sampai saat ini, Panjul mengaku belum mencicipi bantuan yang digembor-gemborkan pemerintah di berita-berita televisi, media massa juga media sosial. Dana triliyunan yang diklaim pemerintah telah digelontorkan untuk korban terdampak Covid-19, seperak pun belum dirasakan olehnya. Panjul pun tidak tahu cara mendapatkan setidaknya mendaftar penerima bantuan selain kartu prakerja. Dia hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi padanya kini.

"Mestinya saat kondisi seperti ini, pemerintah kudu jemput bola, biar kita juga tetap di rumah sesuai anjuran pemerintah. Tapi bagaimana pun juga kita tetap harus bersyukur sampai detik ini masih ada rezeki yang didapat, semoga krisis ini cepat berlalu," kata Panjul dengan penuh harap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement