REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi E DPRD DKI Jakarta, meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman demam berdarah dengue (DBD) yang biasanya merebak pasca musim penghujan saat ini. Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Iman Satria mengatakan, Dinkes perlu membentuk tim khusus guna mengantisipasi adanya lonjakan korban DBD di tengah pandemi corona.
"Kita perlu lakukan antisipasi dengan membentuk tim penanganan DBD. Kami pahami kesibukan Dinkes sekarang, namun ancaman DBD jangan diabaikan," ujar Iman, Kamis (16/4).
Imam mengusulkan, agar Dinkes meningkatkan kolaborasi dengan unsur masyarakat yang sudah terbentuk di tingkat Kelurahan untuk mensosialisasikan gerakanan pencegahan DBD. Ia juga mendorong agar kegiatan fogging terus digencarkan di wilayah pemukiman, tanpa harus menunggu adanya laporan korban DBD.
"Saya berharap Dinkes tetap bisa mengoptimalkan para kasatpel dan kader jumantik di kelurahan, termasuk sosialisasi 3M dan pemberantasan nyamuk. Untuk teknis kami menyakini kepada eksekutif," terangnya.
Menanggapinya, Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Timur mengaku telah mengajak warga terus meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta menjadi juru pemantau jentik (jumantik) mandiri di rumahnya masing-masing. Ajakan ini disampaikan untuk mencegah kasus demam berdarah dengue (DBD) di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Kepala Sudinkes Jakarta Timur, Indra Setiawan, menuturkan banyak faktor yang menyebabkan kemunculan kasus DBD. Antara lain, banyaknya genangan atau sisa air hujan terutama di area yang sulit dijangkau sehingga menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.
"Tempat penyimpanan barang bekas yang terisi air hujan menjadi tempat potensial berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti. Ini harus diantisipasi bersama. Tidak hanya oleh pemerintah melainkan juga masyarakat secara keseluruhan," ujar Indra.
Saat ini, sambung Indra, upaya pencegahan yang dilakukan jajarannya yakni dengan meningkatkan sistem kewaspadaan dini. Kemudian melakukan pemantauan secara ketat melalui surveilans aktif berbasis rumah sakit dan puskesmas. Upaya lainnya, mengaktifkan Korwil DBD sampai ke tingkat kelurahan. Di mana setiap hari Jumat turun ke daerah binaan untuk monitoring pelaksanaan PSN.
Namun sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), monitoring dilakukan secara daring dan melakukan pembinaan teknis terhadap kader jumantik.
"Pemantauan jentik tetap dilakukan oleh Jumantik sesuai jadwal dengan memperhatikan kewaspadaan diri. Seperti menggunakan masker dan menjaga jarak fisik dengan orang lain. Warga juga diimbau menjadi Jumantik mandiri," katanya.
Ditambahkan Indra, dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, kasus DBD di Jakarta Timur tercatat mengalami peningkatan. Pada bulan Januari dan Februari kasus masih rendah karena memang saat itu merupakan waktu perindukkan jentik.
"Memasuki Maret kasus mulai terlihat peningkatannya. Tercatat pada Januari ada 80 kasus, Februari 174 kasus dan Maret meningkat menjadi 305 kasus," ungkap Indra.