Rabu 15 Apr 2020 20:36 WIB

Banyak Mantan Napi Berulah, Program Asimilasi Disorot

Kejahatan yang kembali dilakukan oleh narapidana menjadi indikasi adanya moral hazard

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Anggota Komisi III DPR RI, Eva Yuliana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Eva Yuliana menyoroti proses seleksi narapidana untuk mendapatkan asimilasi dan pembebasan bersyarat. Selain mengevaluasi kedisiplinan dan sisa masa hukumannya, kesiapan kesehatan jasmani dan rohani narapidana yang akan keluar juga perlu dipertimbangkan.

“Banyaknya pemberitaan tentang kejahatan yang kembali dilakukan oleh narapidana menjadi indikasi adanya moral hazard dalam proses ini," ujar politikus Partai Nasdem dalam keterangannya, Rabu (15/4).

Oleh karena itu, Eva mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus mengevaluasi kembali proses pelaksanaan keputusan menteri tersebut.

Eva juga menyoroti kurangnya kerja sama dengan Polri. Maka, Kemenkumham harus kemperkuat kerja sama dengan polri. Misalnya, kata dia, sharing data terkait identitas narapidama yang mendapatkan program asimilasi.

"Seperti alamat tempat tinggal narapidana yang sedang menjalani asimilasi atau bebas bersyarat ini. Karena kepolisian memiliki instrumen sampai ke tingkat desa atau kelurahan," tegas Eva.

Selain itu, maraknya tindak kejahatan yang kembali dilakukan narapidana yang menjalani pembebasan bersyarat dan asimilasi menunjukkan balai pemasyarakatan tidak efektif dalam menjalankan fungsi pengawasan. Jadi Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) yang berada di daerah wajib melakukan pembimbingan dan pengawasan terhadap narapidana yang menjalankan asimilasi di rumah.

“Pembinaan yang dilakukan Bapas mungkin tidak bisa dilakukan dengan cara biasa karena pandemi Covid-19, tapi dengan adanya teknologi mungkin bisa sedikit membantu, misalnya melakukan pemantauan melalui video conference dan lainnya," tutur Eva. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement