Kamis 16 Apr 2020 13:52 WIB

Yasonna Minta Masyarakat Awasi Oknum Pungli

Yasonna menjamin data pelapor akan dirahasiakan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly meminta, masyarakat turut mengawasi para oknum nakal yang melakukan pungutan liar terhadap warga binaan pemasyarakatan. Yasonna mengatakan, bila ada yang menemukan oknum nakal, untuk segera melaporkannya melalui berbagai saluran yang tersedia, atau melalui jajaran di Ditjen Pemasyarakatan untuk memudahkan proses penindakan. Yasonna pun menjamin data pelapor akan dirahasiakan. 

"Kalau ada yang tahu, tolong laporkan. Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fan page saya," tegas Yasonna dalam keterangannya, Kamis (16/4).

Yasonna mengaku,  Kemenkumham sudah melakukan investigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan pungli tersebut." Namun investigasi belum menemukan adanya pungli," ucapnya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly sudah memberikan lima instruksi terkait pengeluaran warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi. Pertama, tidak boleh ada pungutan liar, karena prosesnya gratis.

Instruksi kedua, proses pengeluaran warga binaan asimilasi dan integrasi tidak boleh dipersulit. Mereka yang menjalani program ini adalah warga binaan yang sudah menjalani 2/3 masa hukuman, tidak menjalani subsider, bukan napi korupsi atau bandar narkoba atau kasus terorisme, berkelakuan baik selama dalam tahanan, dan ada jaminan dari keluarga.

"Instruksi ketiga adalah memastikan warga binaan memiliki rumah asimilasi yang jelas untuk memudahkan pengawasan dan program berjalan dengan baik," ungkap Yasonna Laoly.

Keempat, seluruh warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi tetap dibina dan diawasi berkala karena datanya lengkap hingga alamat tinggal. Pengawasan dilakukan dengan koordinasi Kepolisian serta Kejaksaan.

"Instruksi kelima, warga binaan harus diedukasi oleh petugas pemasyarakatan agar terhindar dari Covid-19," kata Yasonna.

Adapun alasan memberikan asimilasi dan integrasi pada warga binaan itu adalah untuk menyelamatkan mereka dari ancaman menyebarnya Covid-19. Pasalnya, kondisi di dalam lapas dan rutan sudah kelebihan kapasitas sehingga sulit menerapkan protokoler pencegahan Covid-19.

"Ini karena kemanusiaan. Tidak ada yang bisa menjamin Covid-19 tidak masuk ke dalam lapas atau rutan, karena ada petugas yang punya aktivitas di luar dan kita tidak pernah tahu jika dia membawa virus itu ke dalam lapas," ungkap Yasonna lagi. 

Dia menegaskan, kebijakan memberikan asimilasi dan integrasi pada warga binaan di lapas serta rutan over kapasitas juga dilakukan atas rekomendasi PBB untuk seluruh dunia. Selain Indonesia, negara-negara lain juga membebaskan napi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam lapas.

Di antaranya Amerika Serikat, California membebaskan 3.500 napi, New York City membebaskan 900 napi, Haris County 1.000 napi, Los Angeles 600 napi, serta Federal 2.000 napi.

Kemudan Italia membebaskan 3.000 napi, Inggris & Wales membebaskan 4.000 napi, Iran membebaskan 85.000 napi dan 10.000 tahanan politik, Bahrain membebaskan 1.500 napi, Israel 500 napi, Yunani 15.000 napi, Polandia 10.000 napi, Brazil 34.000 napi, Afganistan 10.000 napi, Tunisia 1.420 napi, Kanada 1.000 napi, dan Perancis membebaskan lebih dari 5.000 napi.

"Sekali lagi, ini karena alasan kemanusiaan karena kondisi di dalam lapas dan rutan sudah sangat kelebihan kapasitas dan kondisi di dalam lapas akan sangat mengerikan jika tidak melakukan pencegahan penyebaran Covid-19," ujar Menteri Yasonna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement