REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Lampung membantah dalam program asimilasi narapidana (napi) terkait corona virus atau Covid-19, ada pembayaran atau pungutan liar (pungli) kepada petugas baik di Lapas maupun Rutan di wilayah Lampung. Pelepasan napi berdasarkan ketentuan yang telah memenuhi syarat dan dilakukan secara gratis.
"Terkait ada pemberitaan pungutan, sebetulnya sampai hari ini, selaku ketua tim investigasinya penyelidikan terkait ada tidaknya pungutan di Lapas atau Rutan, kami tidak menemukannya, dan memang itu tidak terbukti," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan (PAS) Kanwil Kemenkumham Lampung Edi Kurniadi saat ditemui Republika.co.id di Bandar Lampung, Selasa (14/4).
Edi, yang juga ketua Tim Riksa (Pemeriksaan) Kemenkumham Lampung mengatakan, pihaknya sudah menelusuri informasi adanya pungli kepada petugas di Lapas dan Rutan di Lampung. Tim mengalami kesulitan menemukan informasi tersebut, karena memang tidak ada dan tidak terbukti.
"Kami sudah meminta informasi tersebut nama petugas, atau tunjuk di mana tempat dan lokasinya. Kalau tidak ada jangan menggenaralisasi, kalau seperti ini bisa kategori fitnah atau bias. Itu namanya sumir, tidak ada bukti dan sumir. Coba kalau ada kasihkan nama lengkapnya," katanya.
Menurut dia, tim sudah melakukan pemeriksaan kepada semua petugas dan menyisir semua Lapas dan Rutan di Lampung. "Seluruh Lapas dan Rutan sudah melaksanakan saya jamin, pengeluaran untuk asimilasi tersebut sesuai dengan SOP-nya," ujar mantan kepala Lapas Cipinang tersebut.
Bahkan, lanjut dia, Divisi PAS juga memberikan data tersebut, bukan hanya kejaksaan dan Bapas selaku pengawas, tapi juga diberikan polres, polda, bahkan RT/RW. Menurut dia, hal tersebut jangan sampai niat baik pemerintah dicederai.
Dia mengatakan, jangankan napi, petugas Lapas/Rutan akan ditindak tegas. "Saya katakan, kalau ada satu orang terbukti petugas yang melakukan atau mencederai kebijakan pemerintah yang luar biasa ini, sudah selesai, pasti kita akan berikan hukum dan sanksi yang paling berat, bahkan pemecatan. Tidak ada toleransi lagi untuk itu," katanya.
Beredar informasi, program asimilasi Kemenkumham diduga ada pungli oleh petugas kepada warga binaan yang akan dilepaskan atau dirumahkan, setelah menjalani masa pidana. Dugaan pungli petugas yang menarik keuntungan dalam program asimilasi tersebut berkisar Rp 5 sampai Rp 10 juta per warga binaan. Kutipan tersebut, ceritanya, untuk memuluskan napi yang akan lepas mendapatkan prioritas, setelah dilakukan pendekatan petugas.
Dalam program asimilasi warga binaan di Lapas dan Rutan, dalam program dampak virus corona atau Covid-19 ini, petugas di lapangan sudah melaksanakan sesuai dengan prosedur dan proses serta kategori yang telah ditentukan Permenhumham.
Menurut dia, sosialisasi kepada warga binaan dan keluarganya sudah disampaikan, dan pemasangan spanduk sudah dilakukan. "Ini tidak dipungut biaya, kalau ada pengaduan silahkan laporkan sudah ada saluran resminya, sampai ke menteri. Tidak usah lama-lama, selesai sudah (petugas itu)," tegasnya.
Dia menekankan, adanya informasi sekecil apapun terkait dengan adanya pelanggaran terhadap pemberian hak asimilasi yang telah dicanangkan pemerintah di masa COvid-19, segera ditindaklanjuti dan dijamin ada sanksi tegasnya.
Dalam Permenkumha nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberian Hak Asimilasi Integrasi kepada napi yang sudah masuk dua pertiga dan atau sudah menjalani setengah masa pidana, itu diberikan asimilasi di rumah. Hal tersebut kecuali napi yang terkait PP 99 tentang Pembatasan Hak Remisi, yang terkait dengan tindak pidana masuk kategori PP 99, seperti tipikor, teroris, termasuk narkoba kecuali narkoba pidana dibawah 5 tahun. Di Lampung, dari 1 sampai 7 April 2020 program asimilasi sudah 1.579 orang.