REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Komisi Nasional (Komnas) HAM Aceh menyatakan pembatasan interaksi sosial masyarakat yang dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 tidak melanggar hak asasi manusia atau HAM.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh Sepriady Utama mengatakan pembatasan yang dilakukan pemerintah sesuai dengan Prinsip Siracusa atau prinsip pembatasan HAM.
"Prinsip Siracusa tertuang dalam kovenan internasional hak sipil politik sebagaimana telah diratifikasi pemerintah melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang kovenan internasional hak sipil politik," kata Sepriady Utama di Banda Aceh, Senin (6/4).
Oleh karena itu, kata Sepriady, Komnas HAM Aceh mendukung kebijakan pemerintah dan Gubernur Aceh dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
Selain mendukung, kata Sepriady, Komnas HAM Aceh juga merekomendasikan kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh dan Forkopimda agar segera sistem dan mekanisme penetapan aktivitas warga merujuk pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
"Kami juga merekomendasikan agar Plt Gubernur Aceh berkoordinasi dengan Bupati dan Wali Kota untuk segera mengusulkan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar di Aceh kepada Menteri Kesehatan," kata Sepriady Utama.
Komnas HAM Aceh merekomendasikan penambahan rumah sakit rujukan untuk COVID-19, penyiapan infrastruktur dan sarana prasarana isolasi, penyiapan alat pelindung diri serta alat penunjang kesehatan bagi tenaga medis.
Kemudian, merekomendasikan kepastian ketersediaan masker dan alat maupun bahan pelindung diri yang dibutuhkan masyarakat sesuai protokol kesehatan nasional dan internasional. Termasuk jaminan pasokan dan kestabilan harga kebutuhan pokok.
"Kami juga merekomendasikan kepada Plt Gubernur Aceh berkoordinasi dengan kepolisian untuk memastikan ada tindakan tegas berdasarkan hukum terhadap pelanggaran kebijakan menjaga jarak dan larangan kerumunan," kata Sepriady Utama.