Senin 06 Apr 2020 17:05 WIB

Sri Mulyani Ungkap Industri yang Berpotensi Cetak Untung

Sektor pariwisata menjadi salah satu industri paling terdampak dari Covid-19.

Becak parkir di depan hotel di Kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4). Sebanyak 1.500 hotel di Indonesia terpaksa tutup akibat dampak ekonomi Covid-19. Industri pariwisata merupakan salah satu yang paling terdampak secara ekonomi.
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Becak parkir di depan hotel di Kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4). Sebanyak 1.500 hotel di Indonesia terpaksa tutup akibat dampak ekonomi Covid-19. Industri pariwisata merupakan salah satu yang paling terdampak secara ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Dedy Darmawan Nasution, Intan Pratiwi, Antara

Perekonomian Indonesia dipastikan terimbas dampak virus corona jenis baru atau Covid-19. Dalam kondisi yang sangat berat, pertumbuhan Indonesia mengalami kontraksi hingga 0,4 persen.

Baca Juga

Proyeksi tersebut diambil berdasarkan dampak pandemi terhadap ekonomi makro domestik yang menjadi sangat berat. Sementara itu, dalam skenario yang lebih moderat, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 2,3 persen sepanjang 2020. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan outlook antara 2,5 persen sampai 0 persen.

Outlook terbaru pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan asumsi makro yang dicatat pemerintah dalam Undang-Undang APBN 2020. Yaitu 5,3 persen.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, tidak semua sektor mengalami pertumbuhan negatif. Ada beberapa sektor yang diperkirakan menjadi potential winner atau berpotensi mengambil keuntungan dalam kondisi saat ini.

Sejumlah sektor yang diperkirakan dapat mengambil manfaat dari Covid-19 adalah jasa logistik, telekomunikasi, elektronik, makanan dan minuman, farmasi hingga tekstil. "Beberapa sektor ini akan booming karena highly demanded (permintaan yang sangat tinggi)," tutur Sri dalam teleconference Rapat Kerja Komisi XI DPR, Senin (6/4).

Hanya saja, Sri menekankan, tantangan saat ini adalah ketersediaan yang terbatas. Khususnya sektor-sektor yang menyangkut bidang kesehatan seperti produksi Alat Pelindung Diri (APD) maupun masker.

Keterbatasan dikarenakan adanya hambatan impor bahan baku mengingat negara lain juga sedang mengalami tekanan produksi. Faktor lain, negara importir memilih untuk menyuplai kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum diekspor.

Sri menuturkan, dalam sidang kabinet Senin pagi, pemerintah sudah mencatat bahwa bahan baku untuk komoditas tersebut yang diimpor dari Korea Selatan akan habis dalam dua pekan ke depan. "Sekarang, sedang dikembangkan untuk (industri dalam negeri) bisa mendapatkan dan menciptakan bahan baku logal yang disertifikasi atau acceptable dari standar WHO untuk APD," ujarnya.

Keterbatasan pasokan tidak hanya terjadi di Indonesia. Sri mengatakan, negara maju seperti Amerika Serikat (AS) pun sangat kekurangan APD, masker dan ventilator yang kini menjadi komoditas rebutan di seluruh dunia.

Banyak negara melakukan proteksi terhadap produk masing-masing, seperti yang belakangan ini dilakukan Presiden AS Donald Trump. “AS baru saja memutuskan, ventilator tidak boleh diekspor meskipun sudah dipesan Jerman,” tutur Sri.

Sektor lain yang juga berpotensi mengambil manfaat adalah elektronik dan jasa telekomunikasi. Dengan kebijakan bekerja dan belajar rumah, kegiatan pembelajaran dari rumah dan social distancing, masyarakat banyak menggunakan peralatan elektronik maupun telekomunikasi sebagai sumber hiburan baru yang dapat dilakukan tanpa keluar rumah.

Di sisi lain, ada beberapa sektor yang mengalami situasi sangat sulit di tengah tekanan dari Covid-19. Salah satu yang terparah adalah pariwisata dan pendukungnya karena pembatasan mobilitas manusia dan pembatasan wilayah untuk menghindari penyebaran virus. Kebijakan ini turut berdampak pada transportasi darat, laut dan udara.

Sektor pertambangan juga terdampak negatif. Sri mengatakan, ancaman gejolak harga yang disebabkan oleh ketegangan tensi produsen dan ancaman produksi berlebih menjadi penyebabnya.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pun tidak dapat menghindari dari tekanan Covid-19. Padahal, Sri mengatakan, pada krisis 1997-1998, UMKM sangat ressilient karena krisis terfokus pada sektor keuangan besar dan korporasi. "Pada pandemi ini, mereka terdepan terkena dampak karena ada social distancing yang menyebabkan kesulitan untuk UMKM," ujarnya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio menyatakan industri pariwisata menjadi sektor yang paling terhantam pada saat ini. Ia pun menyebut, setidaknya terdapat sekitar 1.500 hotel di berbagai wilayah yang melakukan penutupan sementara. Hal itu tidak lain akibat adanya penurunan okupansi hotel secara drastis sejak beberapa pekan terakhir.

"Ada 1.500 hotel yang terdampak saat ini. Di Bali, misalnya okupansi pada akhir Maret tinggal 0-8 persen," kata Wishnutama dalam Rapat Kerja Virtual bersama Komisi X DPR, Senin (6/4).

Ia menuturkan, akibat dari penutupan semnentara itu, terjadi banyak potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga beberapa waktu ke depan. Sementara, langkah untuk merumahkan pekerja harian juga telah dilakukan dengan diwajibkan mengambil cuti. Hal lain yang ditempuh dengan tidak memperpanjang tenaga kontrak.

Wishnutama menuturkan, situasi itu merupakan konsekuensi dari wabah Covid-19. Kemenparekraf untuk sementara waktu fokus sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk berupaya ikut memutus rantai penyebaran virus corona. Harapannya agar situasi pandemi saat ini segera berakhir sehingga industri pariwisata bisa kembali pulih.

Lebih lanjut, selain dampak terhadap perhotelan, pihaknya juga telah menerima laporan dari sektor lain. Restoran dan rumah makan dari 36 jenama di seluruh Indonesia mengalami penurunan omzet hingga 70 persen. Mal dan ritel modern di wilayah Jakarta, Bekasi, dan Banten juga mengalami penurunan omzet hingga 80 persen.

Berbagai agenda pariwisata dan MICE turut ditunda. Terdapat 39 agenda yang ditunda hingga situasi kembali kondusif.

Seiring penundaan itu, berbagai destinasi wisata atau tempat hiburan pun ikut ditutup sementara. Situasi itu, kata dia, merupakan pukulan berat bagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif secara keseluruhan.

"Situasi ini akan ada konsekuensi jangka panjang bagi industri pariwisata. Kita sudah melihat situasi hingga Mei 2020, bulan Juni dan seterusnya kemungkinan akan banyak terjadi hal-hal yang sangat memberatkan," kata dia.

Oleh karenanya, berbagai insentif maupun stimulus yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Keuangan diharapkan bisa menekan dampak negatif tersebut. Pihaknya berharap para pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif bisa menikmati fasilitas kebijakan yang diberikan pemerintah selama pandemi Covid-19.

Sektor lain yang terdampak adalah logistik dan perdagangan. Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Umum (HIPMI) Jakarta Raya (Jaya) Afifuddin Suhaeli Kalla menjelaskan dampak dari wabah corona ini dirasakan oleh dua sektor tersebut kurang lebih dalam tiga bulan terakhir. Meski begitu, Afif belum bisa merinci berapa besar potential loss dari wabah ini.

"Dalam tiga bulan ini ada bidang-bidang tertentu yang kena dampak secara langsung, satu logistik, dua trading. Itu dua industri yang sangat terkena dengan adanya virus corona, barang impor masuk dan sebaliknya, logistik juga dipengaruhi cost-nya jauh lebih mahal," kata Afif di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia memperkirakan ada 20 persen goncangan di setiap sektor usaha karena terdampak virus corona. Dia berharap, pemerintah sigap dalam menangani virus corona, agar tidak berlarut-larut. Jika begitu, maka akan banyak sektor usaha lainnya yang terdampak.

"Jadinya mudah-mudahan bisa kita lalui supaya usaha kembali lagi normal, karena jangan berlarut-larut, saya pikir semua industri akan kena, khususnya industri pasar modal itu pasti akan kena dampak," tambah Afif.

Terlebih lagi, banyak kerjasama bisnis dengan negara-negara yang telah terdampak corona, seperti Singapura, Jepang, dan China. "Karena virus corona akibatnya hubungan kerjasama negara terpengaruh, jadinya ke depan pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk mengurangi penyebaran virus corona di Indonesia, supaya kegiatan bisnis tetap berjalan dengan baik," jelasnya.

Di Jakarta sekitar 3.611 pekerja atau buruh dari 602 perusahaan terkena PHK akibat pandemi virus corona. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertrans dan Energi) DKI Jakarta, Andri Yansyah, Sabtu (4/4), mengatakan selain ada dikenai PHK juga terdapat 21.797 pekerja dan buruh di 3.633 perusahaan dirumahkan.

"Karena itu, Disnaker dan Energi tengah mendata pekerja atau yang mengalami PHK atau dirumahkan tapi tidak menerima upah sebagai dampak dari adanya pandemi Covid-19," kata Andri.

Hingga 3 April pukul 10.30 WIB, kata Andri, tercatat ada 4.235 perusahaan dan 25.408 pekerja atau buruh yang telah mengirimkan laporan. Yaitu, 3.611 yang di-PHK dan 21.797 pekerja dirumahkan.

photo
Arti Pembatasan Sosial Berskala Besar - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement