Jumat 03 Apr 2020 13:28 WIB

Pandemi Corona, KSPI: DPR tak Punya Nurani Bahas Omnibus Law

Buruh akan demo DPR yang lanjutkan pembahasan Omnibus Law di tengah pandemi corona.

Rep: Arif Satrio Nugroho, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) merasa kecewa dengan DPR RI yqng sepakat membawa RUU omnibus law Cipta Kerja (Ciptaker) untuk diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). KSPI pun menggelar demo dengan mengerahkan 50 ribu massa di tengah pandemi Covid-19.

"Kami berpendapat, anggota DPR yang mengesahkan pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg tidak punya hati nurani dan tidak memiliki empati kepada jutaan buruh yang sampai saat ini bertaruh nyawa dengan tetap bekerja di pabrik-pabrik, di tengah imbauan social distancing," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal pada Jumat (3/4).

Baca Juga

KSPI akan melakukan aksi pada pertengahan April 2020 dengan melibatkan 50 ribu buruh se-Jabodetabek. Adapun, aksi akan dipusatkan di depan DPR RI, dengan risiko apa pun. KSPI mengklaim akan dilakukan dengan tertib, pemberitahuan,dan sesuai hak konstitusional rakyat.

Kalau ada sebagian pihak yang tidak sependapat dengan aksi puluhan ribu buruh ini, Iqbal melemparkan hal tersebut pada DPR RI. Ia mengatakan, DPR RI telah memulai dan menabuh "genderang perlawanan" jutaan buruh indonesia, yang seharusnya tidak terjadi ditengah keprihatinan bangsa dan rakyat indonesia melawan virus corona.

"Bahkan buruh tidak gentar dengan resiko tentang corona maupun adanya larangan mengumpulkan banyak orang. Karena saat ini buruh menghadapi dua ancaman serius terhadap hidupnya dan keluarganya," kata Iqbal.

Ancaman pertama, jelas Iqbal yakni ancaman nyawa yang hilang karena belum diliburkan di saat pandemi corona. Dan yang kedua adalah ancaman masa depan buruh yang terpuruk karena Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang akan dibahas oleh Panja Baleg.

Menurut Iqbal, patut dipertanyakan kepada pimpinan dan anggota DPR RI. Mengapa yang akan dibahas lebih dulu adalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja dibandingkan omnibus law RUU Ibukota yang lebih dahulu masuk.

"Ini kepentingan siapa? Patut diduga, tangan-tangan kekuatan modal sedang bekerja di DPR?" ujarnya.

KSPI meminta agar Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebaiknya di-drop dari prioritas Prolegnas tahun 2020. "Nanti setelah pandemi corona teratasi dan strategi pencegahan darurat PHK yang mengancam puluhan bahkan ratusan ribu buruh berhasil dilakukan, baru kita semua bisa berfikir jernih untuk membahas RUU Cipta Kerja."

Menurut Said Iqbal, ada dua hal yang lebih penting didiskusikan di DPR ketimbang membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang ditentang keras kalangan buruh, mahasiswa, insan pers, masyarakat adat, tokoh masyarakat dan agama, serta lement masyarakat ini.

"Pertama, DPR bersama pemerintah fokus memikirkan cara yang efektif dan cepat untuk mengatasi penyebaran virus corona. salah satunya dengan meliburkan buruh dengan tetap membayar upah penuh, sebagai langkah social distancing. Sampai hari ini jutaan buruh masih bekerja di perusahaan, mereka terancam nyawanya" ujarnya.

photo
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Hak-hak Buruh berunjuk rasa di Alun-alun Serang, Banten, Sabtu (21/3/2020). Mereka menolak pengesahan RUU Omnibus Law dan mendesak Pemerintah untuk membatalkanya. - (Antara/Asep Fathulrahman)

KSPI melihat ada empat alasan yang akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran ditengah dan pasca pandemi corona ini, yaitu menipisnya bahan baku, anjloknya nilai tukar rupiah, industri pariwisata yang merosot, dan anjloknya harga minyak mentah. Bahkan, saat ini pun ancaman PHK ribuan buruh tsb sudah mulai terjadi, misalnya di PT Okamoto Mojokerto, PT Pipa Sidoarjo, industri di Bitung, industri tekstil garmen di Bandung, industri manufaktur di Bekasi hingga Karawang.

Said Iqbal juga merespons negatif terhadap pernyataan segelintir oknum anggota dan pimpinan DPR RI yang katanya akan mengundang buruh untuk hearing membahas omnibus law, baik secara langsung atau virtual untuk memberi masukan terhadap omnibus law. Semua itu, kata Said Iqbal, adalah omong kosong.

"Itu adalah retorika kosong dan mengada-ngada. Karena saat ini,yang pertama sekali, serikat buruh dan para buruh sedang fokus menyelamatkan nyawa anggotanya yang terancam virus corona karena hingga saat ini jutaan buruh masih bekerja, tidak diliburkan bergilir oleh perusahaan. Dan yang kedua, serikat buruh dengan segala upaya sedang mencegah agar tidak terjadi PHK akibat ekses pandemi corona dan pasca corona," tegas Said iqbal.

"Jadi dalam situasi seperti ini, tidak mungkin serikat buruh akan konsentarasi membahas omnibus law RUU Cipta Kerja," kata Said Iqbal menegaskan.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja sudah dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus). Berdasarkan rapat tersebut, telah disepakati bahwa pembahasannya akan dibawa ke Badan Legislasi.

"Dalam Rapat Konsultasi pengganti Bamus pada tanggal 1 April 2020, hal-hal pembahasan yang telah disepakati untuk dilanjutkan ke tingkat Badan legislasi," ujar Azis dalam rapat paripurna, Kamis (2/4).

Dalam rapat paripurna tersebut, DPR meminta persetujuan seluruh anggota terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan, dan RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat 2," ujar Azis.

photo
omnibus law ciptaker - (istimewa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement