REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melakukan beragam upaya untuk segera memutus mata rantai dalam mengatasi wabah COVID-19 yang membuat resah seluruh negeri. Presiden Joko Widodo bahkan telah memerintahkan pembatasan sosial dalam skala besar (PSSB). Menteri dan jajarannya hingga pemerintah daerah juga diminta untuk melakukan perubahan prioritas program kerja termasuk anggaran.
Di tengah keadaan ini, pemerhati dan aktivis anak Seto Mulyadi yang akrab disapa dengan Kak Seto mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk tetap memperhatikan pemenuhan hak anak termasuk melindungi mereka dari penyakit serta gizi buruk agar tak terpapar COVID 19.
"Saya berharap perubahan anggaran ini digunakan secara tepat sasaran, tidak bocor dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain. Pemerintah melakukan ini demi kepentingan terbaik masyarakat Indonesia, tapi jangan sampai hak anak-anak dilupakan. Kalau sampai anak-anak mendapatkan gizi buruk tentu akan berakibat fisiknya menjadi lemah, dan akhirnya mudah terpapar virus corona," kata Kak Seto di Jakarta, Selasa (31/3).
"Kemudian hak anak untuk bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik tetap harus dilindungi dan diperhatikan. Jangan sampai dukungan untuk tumbuh kembang mereka terabaikan," tambah Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) itu.
Hal senada diungkapkan Dr Rachmat Sentika SpA selaku mantan Deputi Kemenko PMK yang juga seorang aktivis kesehatan anak. Rachmat mengatakan bahwa 25 juta anak balita harus dilindungi dimasa pandemi ini.
Kesehatan mereka harus terjaga, imunisasi harus terus dilakukan hingga lengkap. Selain itu walau dalam keadaan pembatasan sosial (social distancing) kesehatan dan status gizi mereka harus tetap diperhatikan dan dipantau.
“Pandemi adalah peristiwa jangka pendek yang akan berlalu, namun kesehatan dan kecukupan gizi anak akan berdampak besar dalam jangka panjang karena merekalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa,” kata Rachmat dalam rilisnya, Selasa (31/3).
"Walau saat ini konsentrasi tenaga medis dan otoritas kesehatan dikerahkan untuk mengatasi wabah COVID-19, namun anak anak harus tetap mendapat perhatian," jelasnya.
Menurutnya, anggaran untuk mengatasi prevalensi stunting pada anak yang sudah dialokasikan, jangan sampai tergerus untuk kepentingan lain. "Realokasi anggaran untuk atas COVID 19 bisa diambil dari pos lain," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, prevalensi stunting pada anak di Indonesia masih berada di angka 28,6 persen. Pemerintah mentargetkan untuk menurunkan prevalensi stunting pada anak hingga 14 persen di tahun 2030.
"Ini bukan pekerjaan mudah dan harus terus dikawal bersama. Untuk mengatasi stunting pada anak bisa dilakukan melalui pendekatan sensitif dan spesifik termasuk intervensi gizi melalui Pangan Khusus untuk Kebutuhan Medis Khusus (PKMK)," jelas Rachmat.