Senin 23 Mar 2020 19:06 WIB

Mengenal Klorokuin, Obat yang Disebut Bisa Obati Covid-19

WHO tegaskan belum ada bukti klinis cukup teguhkan klorokuin sebagai obat Covid-19.

Pekerja di pabrik di Kota Nantong, Jiangsu, China, mengecek produksi obat klorokuin. Klorokuin, atau obat lama bagi malaria, menunjukkan keefektivan dan cukup aman mengobati Covid-19, menurut media di China.
Foto: EPA
Pekerja di pabrik di Kota Nantong, Jiangsu, China, mengecek produksi obat klorokuin. Klorokuin, atau obat lama bagi malaria, menunjukkan keefektivan dan cukup aman mengobati Covid-19, menurut media di China.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Farah Noersativa, Dessy Suciati Saputri

Obat klorokuin banyak dibicarakan setelah sejumlah negara, termasuk Indonesia, menyebut akan mendatangkan obat ini sebagai pengobatan bagi penderita corona jenis baru atau Covid-19. Indonesia bahkan disebut memiliki persediaan hingga tiga juta butir klorokuin dari Kimia Farma yang siap digunakan.

Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Zullies Ikawati, menganjurkan agar masyarakat tidak secara sembarang konsumsi obat klorokuin. Walaupun, obat itu dianggap bisa mengobati penyakit Covid-19.

Zullies menegaskan, klorokuin termasuk obat dengan kategori keras dan memiliki efek samping. Karenanya, penggunaan klorokuin memang tidak bisa sembarangan dan harus menggunakan resep dokter.

"Sebaiknya digunakan bagi mereka yang sudah positif kena atau suspect," kata Zullies, Senin (23/3).

Zullies menjelaskan, klorokuin awalnya adalah obat antimalaria, kemudian digunakan sebagai imunosupresan ke pasien dengan penyakit autoimun seperti lupus atau artritis rematoid. Belakangan, klorokuin disebut memiliki efek antiviral.

Setelah itu, klorokuin bahkan digunakan untuk mengatasi Covid-19 di China. Seperti diketahui, klorokuin menjadi satu dari dua obat yang baru-baru ini dipesan pemerintah sebagai obat untuk Covid-19, selain favipiravir (Avigan).

"Klorokuin memang dilaporkan memiliki efek antiviral yang kuat terhadap virus SARS-CoV. obat ini bekerja mengikat reseptor seluler angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang merupakan tempat masuknya virus SARS-CoV, sehingga menghambat masuknya virus ke dalam sel," ujar Zullies.

Selain itu, klorokuin mampu meningkatkan pH endosomal yang sebabkan hambatan replikasi virus karena membutuhkan suasana asam. Tapi, kategori obat keras harus memakai resep dokter dan dipakai yang positif atau tersangka Covid-19.

"Bila tidak terkena lalu mengonsumsi, maka efeknya tidak kecil seperti gangguan penglihatan dan terjadinya abnormalitas pada jantung," kata Zullies.

Ia menyarankan agar masyarakat tidak ikutan menimbun dua macam obat itu. Serta, tetap menjaga kesehatan dengan meningkatkan sistem imun daya tahan tubuh dengan menjaga kebersihan dan olah raga secara teratur di rumah.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengingatkan klorokuin tidak boleh dikonsumsi sendiri tanpa resep dari dokter. Klorokuin merupakan obat keras yang sebelumnya digunakan untuk pemberantasan malaria. Karena itu, penggunaannya pun harus berdasarkan resep dan pengawasan dari dokter.

“Klorokuin adalah obat keras. Oleh karena itu, penggunaannya sudah barang tentu harus dengan resep dokter dan dalam pengawasan dokter untuk perawatan pasien di rumah sakit. Tidak untuk diminum sendiri di rumah,” kata Yurianto saat konferesi pers, Senin (23/3).

Ia mengingatkan masyarakat agar tak membeli, menyimpan, dan mengkonsumsi sendiri obat tersebut.  “Mohon sekali lagi masyarakat untuk tidak kemudian berbondong-bondong membeli, menyimpan, dan mengonsumsi sendiri tanpa ada resep dari dokter,” tambah dia.

Dilansir dari The Guardian, klorokuin telah tersedia luas dan secara rutin digunakan sejak 1945 untuk melawan malaria. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit, tidak seperti Covid-19.

Namun demikian, studi laboratorium menunjukkan klorokuin efektif dalam mencegah serta mengobati virus yang menyebabkan sindrom pernapasan akut, atau SARS, sepupu dekat Covid-19. Penelitian laboratorium menemukan obat antivirus itu cukup efektif melawan virus corona, setidaknya dalam cawan petri.

Hasil dari penelitian kecil di Prancis yang diumumkan pekan ini, pada 24 pasien, obat itu diberikan kepada 24 pasien, dan ternyata dapat mempercepat pemulihan.

Sementara ABC News melaporkan, salah satu alasan para ilmuwan menyelidiki apakah itu akan menjadi pengobatan yang efektif terhadap virus corona baru yang bertanggung jawab untuk Covid-19, adalah mengingat klorokuin efektif dalam mengobati SARS. Dan sejauh ini, uji coba awal cukup menggembirakan.

"Ada bukti bahwa klorokuin efektif ketika mereka melihat SARS secara in vitro dengan sel-sel primata," kata seorang ahli paru dan ahli penyakit dalam di Lenox Hill Hospital, Dr Len Horovitz, di New York.

Teori percobaan dengan sel primata adalah bahwa klorokuin dapat untuk mencegah infeksi virus atau sebagai pengobatan untuk infeksi virus setelah itu terjadi. Secara in vitro dalam sel primata ini, ada bukti bahwa partikel virus berkurang secara signifikan ketika klorokuin digunakan.

Baik virus yang menyebabkan SARS maupun virus yang ada penyakit Covid-19 merupakan virus yang memiliki keluarga virus korona yang sama. Para peneliti di Cina menemukan, lonjakan protein pada permukaan virus Covid-19 mirip dengan lonjakan protein yang ditemukan pada permukaan virus SARS.

Orang menjadi terinfeksi ketika lonjakan protein mengikat reseptor khusus di luar sel manusia. Klorokuin bekerja dengan mengganggu reseptor tersebut, sehingga dapat mengganggu kemampuan virus untuk mengikat sel.

"Cara kerjanya melawan SARS adalah dengan mencegah perlekatan virus ke sel. Klorokuin mengganggu perlekatan pada reseptor itu pada permukaan membran sel. Jadi itu mengganggu mekanisme kunci dan jenis lampiran," kata Horovitz.

Para peneliti di China menemukan bahwa mengobati pasien dengan pneumonia terkait Covid-19 dengan klorokuin dapat mempersingkat masa tinggal di rumah sakit. Klorokuin juga meningkatkan hasil kinerja tubuh pasien.

Saat ini, masih ada lebih dari 20 uji klinis yang sedang berlangsung di Cina mengenai penggunaan klorokuin untuk penyembuhan Covid-19. Penelitian juga dijadwalkan untuk dimulai di Inggris, Thailand, Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban, mengatakan klorokuin memang belum terbukti 100 persen sebagai obat corona. "Jadi klorokuin amat mungkin berguna tapi bukti ilmiahnya belum ada," kata Zubairi kepada wartawan, Jumat (20/3).

"Mungkin salah satu kemungkinannya antivirusnya (klorokuin) sendiri tidak terlalu kuat, alias lemah. Tapi dia bisa membuat virus yang ada di dalam tubuh kita itu, di dalam sel itu terisolir yang kemudian mati," tutur dia.

Dilaporkan dari Nigeria, penggunaan klorokuin namun telah menyebabkan tiga orang overdosis. Dikutip dari CNN, pejabat berwenang di Lagos mengatakan tiga orang terpaksa dirawat di rumah sakit setelah penggunaan klorokuin. Pihak berwenang Nigeria lalu mengeluarkan pernyataan untuk mewaspadai penggunaan klorokuin sebagai pengobatan bagi Covid-19.

Presiden AS, Donald Trump, telah menyetujui penggunaan klorokuin untuk Covid-19. "Tampaknya sangat mendukung, sangat, sangat mendukung di tahap awal. Dan kami akan membuat obat itu tersedia segera," kata Trump, pekan lalu.

Trump bahkan mengatakan FDA sudah memberikan persetujuan penggunaan klorokuin sebagai obat. "Biasanya FDA butuh waktu lama untuk menyetujui sesuatu seperti itu, dan sekarang disetujui cepat, dengan resep," kata Trump.

Kata-kata Trump namun segera dibantah FDA. Lembaga tersebut mengatakan tidak pernah mengizinkan penggunaan klorokuin sebagai obat Covid-19. FDA mengatakan masih melakukan penelitian tentang efektivitas obat tersebut.

Dokter di China, Amerika, dan beberapa negara memang sudah menggunakan klorokuin sebagai obat eksperimental ke pasien corona. Tapi belum ada cukup banyak bukti klinis kalau obat tersebut efektif pada manusia atau sebagai manajemen penanganan penyakit.

Dr Michael Yao, manajer program Afrika untuk WHO, mengatakan ada sekitar 20 obat dan sejumlah vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis. Jadi terlalu dini bila mengatakan, ada obat yang efektif untuk melawan virus tersebut.

"Posisi WHO jelas. Pengobatan apapun harus berdasar pada bukti klinis. Dan kami belum cukup mendapat bukti yang bisa membuat WHO menyampaikan rekomendasi formal. Semuanya masih dalam perkembangan. Sangat berat bagi kami merekomendasikan obat apapun di tahap ini yang bisa digunakan sebagai pengobatan coronavirus," kata Yao.

Dia menambahkan, masih sangat dini untuk mendesak keputusannya jatuh pada klorokuin. "Setidaknya bagi WHO untuk merekomendasikannya sebagai pengobatan virus corona," ujarnya.

photo
Langkah Anies dan pemerintah pusat tangkal Corona - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement