Selasa 17 Mar 2020 14:54 WIB

Ketua Komisi II: Jangan Terburu-buru Putuskan Tunda Pilkada

Ketua Komisi II nilai jangan terburu-buru putuskan tunda pilkada karena corona.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung
Foto: Republika/Mimi Kartika
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia mengatakan jangan terburu-buru memutuskan untuk menunda pilkada serentak terkait pandemi virus corona atau Covid-19. Pilkada serentak dijadwalkan akan digelar pada 23 September 2020.

"Untuk sementara ini, tahapan yang sudah ditetapkan berjalan saja. Namun, aktivitas yang melibatkan kumpulan banyak orang, disiapkan dengan skala yang terbatas dan dibagi terminnya," kata Doli di Jakarta, Selasa (17/3).

Baca Juga

Untuk KPU dan Bawaslu, Doli memandang perlu ada standard operational procedures (SOP) dalam menyikapi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini. Setelah itu, lanjut dia, perlu dilihat perkembangan hari per hari, minggu per minggu sambil menunggu maklumat pemerintah terkait dengan pandemi Covid-19.

"Kita semua berharap agar penanganan pandemi Covid-19 itu dapat terkendali dan semua aktivitas masyarakat, termasuk pilkada tidak terganggu," katanya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menyatakan tidak setuju kalau pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda seluruhnya di semua daerah. Menurutnya, sebagai bagian dari keamanan, perlu dicek lebih lanjut terkait dengan Covid-19 mengenai keamanan masyarakat dan wilayah.

"Saya kira ditunda keseluruhan juga tidak, daerah-daerah mana saja yang bisa terhambat pilkadanya, tidak berlangsung secara sukses dan antisipasi kegiatan tahapan pilkada itu sendiri," katanya.

Menurutnya, kalau kebijakan penundaan pilkada akan diambil, harus dilihat kasus per kasus dan harus terukur dengan alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Pemetaan indeks kerawanan pilkada, kata dia, juga harus dilakukan di setiap kabupaten/kota. Misalnya, kalau tetap dilaksanakan terjadi anarkisme dan konflik yang tidak bisa dihentikan, bisa diambil kebijakan pilkada susulan.

"Kalau pilkada dilaksanakan terjadi anarkisme, konflik yang tidak bisa dihentikan, dan seterusnya, barangkali bisa pilkada susulan. Akan tetapi, kalau yang normal-normal, ya, tidak perlu," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement