REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rahyu Subekti, Antara, Rizkyan Adiyudha
Pemerintah hingga kini sangat menghindari opsi lockdown di tengah wabah corona yang semakin meluas. Baik Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun menteri sama sekali belum berpikir ke arah penutupan wilayah secara nasional atau sebagian.
Dalam keterangan resminya di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (15/3), Jokowi menyebutkan ada konsekuensi yang harus diambil saat suatu negara mengisolasi diri. Oleh karena itu, ada negara yang memilih untuk tidak menutup diri, namun tetap menjalankan kebijakan ketat untuk menekan penyebaran Covid-19.
"Beberapa negara melakukan lockdown dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Tetapi ada juga negara yang tidak melakukan lockdown, namun melakukan langkah dan kebijakan yang ketat," kata Jokowi.
Kendati opsi lockdown belum ditempuh Indonesia, Jokowi menegaskan bahwa pemerintah pusat terus berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan menjalankan protokol WHO secara penuh. Pemerintah, kata dia, juga berkonsultasi dengan para ahli kesehatan masyarakat, baik di dalam atau luar negeri, dalam menangani penyebaran Covid-19.
Pada keterangan pers Senin (16/3), Jokowi kembali menegaskan, pemerintah belum berpikir ke arah opsi lockdown. Ia pun melarang gubernur, bupati, dan wali kota mengambil kebijakan lockdown di suatu daerah.
"Kebijakan ini (lockdown) tidak boleh diambil pemerintah daerah dan sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown," kata Jokowi.
Pada hari ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan alasan pemerintah saat ini belum menerapkan lockdown. Luhut memastikan setiap negara memiliki pertimbangan masing-masing untuk menerapkan lockdown.
"Mengenai lockdown kita belum berpikir ke situ lah. Setiap negara memiliki massalah sendiri-sendiri," kata Luhut dalam virtual conference, Senin (16/3) malam.
Dia menjelaskan saat ini kondisi di Indonesia masih dapat dikontrol. Untuk itu, Luhut mengatakan saat ini pemerintah sudah mengimbau untuk melakukan kegiatan di rumah sehingga meminimalisir kerumunan di tempat umum.
"Kita lihat posisi belajar itu dari sekolah ada pengurangan, itu bagus. Kesadaran di kepemerintahan di BUMN, di Kemenhub, di Kemaritiman dan jajaran sudah sangat baik (bekerja di rumah dan pertemuan dilakukan secara daring)," jelas Luhut.
Luhut mengatakan upaya tersebut hanya tinggal diterapkan untuk selanjutnya oleh banyak orang. Bahkan pertemuan secara online juga menurutnya lebih efisien dengan begitu dapat menjaga jarak untuk mencegah penularan virus korona atau Covid-19.
"Sekarang kerja online sudah jalan. Hari ini saya rapat online," tutur Luhut.
Luhut mengakui, saat ini situasi dunia yang mencekam karena persoalan virus corona belum pernah terjadi. Seperti di Amerika Serikat, lanjut Luhut, The Fed sudah menurunkan suku bunga dan menurut laporan New York dan Washington DC juga sudah muncul ketegangan.
Hanya saja, Luhut menegaskan kondisi di Indonesia masih jauh lebih baik. Luhut justru menyayangkan banyak pengamat yang memberikan tanggapan terhadap pemerintahan saat ini, namun tidak melihatnya secara menyeluruh.
“Presiden mendengar semua pandangan-pandangan dan kemudian beliau memutuskan dengan tegas dan cermat juga. Saya mengikuti itu semua dan saya rasa proses pengambilan keputusan yang baik sekali,” ungkap Luhut.
Jumlah pasien positif corona di Indonesia bertambah 17 orang per Senin (16/3). Dengan begitu, total sudah ada 134 kasus positif corona sejak pertama kali diumumkan pemerintah dua pekan lalu.
"Penambahan kasus ada 17. Rinciannya, berasal dari Provinsi Jawa Barat 1 orang, Banten 1 orang, Jawa Tengah 1 orang, DKI Jakarta 14 orang," ujar Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam jumpa pers di RSPI Sulianti Saroso, Senin (16/3).
Yuri menjelaskan, dari 134 orang tersebut ada delapan orang yang dinyatakan sembuh dan lima orang lainnya meninggal dunia. Ada penambahan pasien yang dinyatakan sembuh, yakni pasien kasus 1, 2, dan 3.
Social distance
Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno menyarankan agar pendekatan menjaga jarak atau social distance lebih dikedepankan ketimbang upaya penutupan atau lockdown dalam rangka meminimalisir penyebaran wabah virus corona. Tujuannya, agar ekonomi masyarakat tetap berjalan.
"Pendekatan social distance atau menjaga jarak lebih dikedepankan, supaya ekonomi masyarakat tetap berjalan," ujar Djoko Setijowarno dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (17/3).
Selain mengedepankan pendekatan social distance, Djoko juga menyarankan agar pemerintah lebih gencar lagi mensosialisasikan penerapan perilaku hidup sehat kepada masyarakat. Seperti mencuci tangan menggunakan air dan sabun, membuang sampah di tempat sampah, tidak merokok , tidak meludah di sembarang tempat, hindari menyentuh area wajah yang tidak perlu di area transportasi publik.
"Penumpang yang mengalami demam, batuk atau flu, sebaiknya menggunakan masker selama berada di dalam kendaraan. Lakukan pembersihan menggunakan desinfektan terutama setelah mengangkut penumpang yang mengalami demam, batuk atau flu," kata pengamat tersebut.
Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina mengatakan, lockdown hanyalah salah satu opsi dari penanganan sistematis dari pandemi Corona. Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan opsi penanganan lain jika memang tidak menginginkan penutupan akses tersebut.
"Prinsipnya, pemerintah harus siapkan perangkat kebijakan yang mampu berikan rasa aman bagi masyarakat" kata Selly di Jakarta, Senin (16/3).
Menurutnya, harus ada pertimbangan matang jika suatu kawasan tertentu akan diisolasi. Dia mengatakan, pemerintah harus memastikan ketersediaan kebutuhan bahan pokok, fasilitas kesehatan, listrik serta air dan kebutuhan dasar lainnya.
"Suatu zona ditutup itu dampaknya kan berlapis-lapis. Tidak bisa alasan mentah terus minta suatu daerah lockdown begitu karena kalau kalkulasinya meleset yang ada jadi chaos," katanya.
Secara pribadi dia memandang bahwa pemerintah memang belum perlu mengunci negara. Menurutnya, yang lebih penting adalah membangun kerjasama lintas pemangku kebijakan antara satuan tugas (satgas) percepatan penanganan Covid-19.
Dia juga meminta adanya kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah guna menanggulangi penyakit mematikan tersebut. Dia menegaskan, jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah.